Koperasi Kredit, Pahlawan Kemerdekaan Ekonomi Masyarakat
Oleh Kosmas Lawa Bagho *
Tanggal 17 Agustus 2010 baru kita lewati bersama. Sebagian
rakyat Indonesia menganggap hari itu biasa-biasa saja.
Tidak ada yang istimewa. Hari itu bagaikan hanya simpul aliran waktu tertentu
tanpa makna. Apalagi mereka menyaksikan secara kasat mata aneka ragam kesulitan
hidup masih saja menerpa golongan terbesar masyarakat pertiwi nusantara yang tahun
ini merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke-65.
Ketidak nyamanan rakyat kian memuncak lantaran berbagai ragam
perampokan berkelompok dan bahkan menggunakan persenjataan super canggih yang
konon hanya dimiliki ‘orang-orang khusus’ negeri tercinta ini. Namun
acapkali menjadi pertanyaan kritis kita, “Mengapa para perampok itu bisa
memiliki ‘senjata istimewa’ untuk merampok dan membunuh rakyat bangsa ini tanpa
prikemanusiaan?”
Sebagian lagi gerah dan geram terhadap tetangganya Malaysia yang katanya bangsa serumpun tetapi selalu memakan rumpun Indonesia untuk kejayaan sendiri negerinya. Di tengah hingar-bingar perayaan HUT Kemerdekaan yang ke-65, ada tukar guling atau barter 3 petugas mulia abdi negara ini dibandingkan dengan 7 nelayan ‘pencuri atau maling ikan’ dari negeri seberang.
Belum lagi ada sentilan bola api panas yang coba dimainkan para politisi untuk melakukan amandemen UUD 1945 hanya mau memperpanjang masa jabatan presiden tiga periode tanpa mempedulikan kepentingan rakyat. ‘Sayang jika presiden yang sekarang dianggap masih produktif tidak dimanfaatkan hanya karena tuntutan UU yang membatasinya. Pada hal tidak ada salahnya kita bisa merubah atau meng-amandemenkannya’. Sayang seribu sayang kepentingan sekelompok orang elit lagi-lagi mengorbankan kepentingan mulia lebih banyak orang.
Dibalik itu ada sebagian masyarakat bangsa ini merayakannya dengan penuh antusias dan bergairah. Ada aneka perlombaan yang mengundang rasa tawa bahagia bagi yang menang dan gejolak hati memilukan bagi kelompok yang kalah atau belum memenangkan aneka lomba yang diperlombakan.
Orang-orang tersebut seolah merasa ada magnet yang senantiasa menghipnotis anak negeri ini untuk melakukan berbagai kegiatan dimaksud yang menghantar banyak orang kembali ke tanggal keramat, 17 Agustus Tahun 1945 lalu. Sebab tanggal tersebut memiliki arti tersendiri bagi 250 juta masyarakat kita sekarang ini. Tentu bukan tanpa alasan. Tanggal keramat itu menjadi jembatan awal dan garis demarkasi, kita melepaskan status terjajah dengan menyandang status baru yang lebih bermartabat sebagai negeri bebas dari segala bentuk penjajahan bangsa asing terutama Belanda dan Jepang.
Kemerdekaan Ekonomi
Sebagian lagi gerah dan geram terhadap tetangganya Malaysia yang katanya bangsa serumpun tetapi selalu memakan rumpun Indonesia untuk kejayaan sendiri negerinya. Di tengah hingar-bingar perayaan HUT Kemerdekaan yang ke-65, ada tukar guling atau barter 3 petugas mulia abdi negara ini dibandingkan dengan 7 nelayan ‘pencuri atau maling ikan’ dari negeri seberang.
Belum lagi ada sentilan bola api panas yang coba dimainkan para politisi untuk melakukan amandemen UUD 1945 hanya mau memperpanjang masa jabatan presiden tiga periode tanpa mempedulikan kepentingan rakyat. ‘Sayang jika presiden yang sekarang dianggap masih produktif tidak dimanfaatkan hanya karena tuntutan UU yang membatasinya. Pada hal tidak ada salahnya kita bisa merubah atau meng-amandemenkannya’. Sayang seribu sayang kepentingan sekelompok orang elit lagi-lagi mengorbankan kepentingan mulia lebih banyak orang.
Dibalik itu ada sebagian masyarakat bangsa ini merayakannya dengan penuh antusias dan bergairah. Ada aneka perlombaan yang mengundang rasa tawa bahagia bagi yang menang dan gejolak hati memilukan bagi kelompok yang kalah atau belum memenangkan aneka lomba yang diperlombakan.
Orang-orang tersebut seolah merasa ada magnet yang senantiasa menghipnotis anak negeri ini untuk melakukan berbagai kegiatan dimaksud yang menghantar banyak orang kembali ke tanggal keramat, 17 Agustus Tahun 1945 lalu. Sebab tanggal tersebut memiliki arti tersendiri bagi 250 juta masyarakat kita sekarang ini. Tentu bukan tanpa alasan. Tanggal keramat itu menjadi jembatan awal dan garis demarkasi, kita melepaskan status terjajah dengan menyandang status baru yang lebih bermartabat sebagai negeri bebas dari segala bentuk penjajahan bangsa asing terutama Belanda dan Jepang.
Kemerdekaan Ekonomi
Tentu Pusat Koperasi Kredit (PUSKOPDIT) dan Koperasi Kredit
(KOPDIT) di wilayah Kabupaten Ende, Ngada dan Nagekeo tidaklah muluk-muluk
dalam usaha memerdekakan anggota dari berbagai himpitan terutama di bidang
ekonomi. Data menunjukkan per 30 Juni 2010 mengakses anggota 65 ribu lebih dari
48 koperasi kredit (18 Anggota, 18 Calon Anggota dan 12 Kelompok Binaan),
Simpanan Saham: Rp. 179 M lebih, Pinjaman Beredar yang dilepaskan kepada 65
ribu anggota Rp. 266 M lebih dan Kekayaan Rp. 315 M lebih.
Sementara program Credit Union Microfinance Innovation/Women
Credit Union Microfinance Innovation yakni program inovasi khusus
Puskopdit/Kopdit bekerjasama dengan Association of Asian Confederation of
Credit Union (ACCU-Bangkok) dalam upaya mengakses lembaga keuangan koperasi
kredit di daerah pedesaan yang miskin telah menjaring anggota perorangan 17.466
dengan rincian laki-laki: 7.872 orang dan perempuan: 9.594 orang; simpanan Rp.
85 M lebih, pinjaman yang dilepaskan Rp. 61 M lebih serta tingkat pengembalian
42 M lebih.
Untuk seluruh Indonesia koperasi kredit tersebar pada 32 propinsi dengan 940 koperasi kredit primer dan anggota individu 1.220.335 orang, simpanan 5 Trilyun lebih, pinjaman beredar 5 Trilyun lebih dan kekayaan 6,3 Trilyun lebih.
Kecil memang tetapi dibalik angka-angka statistik di atas sesunggguhnya menyiratkan sejumput perjuangan tanpa kenal lelah baik para pencetus ide awal di Jerman serta para perintis atau penggerak gagah berani di Indonesia terutama di Kabupaten Ende, Ngada dan saudara bungsunya Nagekeo.
Di tengah berbagai aneka lomba penggelontoran uang kepada masyarakat dalam aneka warna papan nama, koperasi kredit melakukan sesuatu yang boleh dikatakan lawan arus dengan mengoptimalkan seluruh kekuatan yang ada pada masyakarat. Potensi yang ada merupakan harta karun yang tidak dapat diambil oleh orang lain serta harus diaktualisasikan secara efektif dan cerdas. Potensi itu dalam bentuk otak dan hati yang memiliki antusiasme untuk terus berusaha.
Untuk seluruh Indonesia koperasi kredit tersebar pada 32 propinsi dengan 940 koperasi kredit primer dan anggota individu 1.220.335 orang, simpanan 5 Trilyun lebih, pinjaman beredar 5 Trilyun lebih dan kekayaan 6,3 Trilyun lebih.
Kecil memang tetapi dibalik angka-angka statistik di atas sesunggguhnya menyiratkan sejumput perjuangan tanpa kenal lelah baik para pencetus ide awal di Jerman serta para perintis atau penggerak gagah berani di Indonesia terutama di Kabupaten Ende, Ngada dan saudara bungsunya Nagekeo.
Di tengah berbagai aneka lomba penggelontoran uang kepada masyarakat dalam aneka warna papan nama, koperasi kredit melakukan sesuatu yang boleh dikatakan lawan arus dengan mengoptimalkan seluruh kekuatan yang ada pada masyakarat. Potensi yang ada merupakan harta karun yang tidak dapat diambil oleh orang lain serta harus diaktualisasikan secara efektif dan cerdas. Potensi itu dalam bentuk otak dan hati yang memiliki antusiasme untuk terus berusaha.
Aktivis koperasi kredit menyadari dan yakin seyakin-yakinnya
bahwa apabila selalu memberikan bantuan maka rakyat akan semakin ‘lapar dan
bergantung’. Permasalahan ekonomi rakyat di negeri ini hanya bisa diatasi oleh
mereka sendiri dalam kebersamaan. Pemerintah menyiapkan sarana dan prasarana
serta regulasi yang memancing kreativitas masyarakat untuk dengan mudah
mengakses pada pusat-pusat ekonomi serta transformasi sumber daya manusia yang
berdaya saing tinggi.
Salah satu strategi koperasi kredit adalah dengan cara membangun
karakter menabung sedikit demi sedikit menghasilkan milyaran bahkan trilyunan
rupiah seperti tersaji pada data statistik di atas. W.F. Raiffaisien (1848)
sang pendiri pernah menulis, “Setetes demi setetes akan menghasilkan selokan
dan akhirnya menjadi sungai”. Atau pepatah tua mengatakan ‘sehari selembar
benang, lama-lama menjadi kain’. Penggiat koperasi kredit tidak pernah merasa tergoda
menawarkan jalan pintas apalagi budaya instan untuk meningkatkan kesejahteraan
(ekonomi).
Gerakan koperasi kredit seakan mau meracik ulang sketsa bangunan
perekonomian nasional dan daerah yang gemar menghujani masyarakat dengan
berbagai bantuan meski diketahui bahwa bantuan tersebut semakin mematikan daya
kreativitas dan meninabobokan orang-orang yang dibantu. Lebih parah lagi
kegiatan mulia dimaksud bisa saja akan melahirkan generasi yang hanya ‘tahu
menerima’ tanpa mau berjuang untuk memperoleh makan. Padahal para pejuang dan
pahlawan kita zaman dahulu telah memberikan contoh, hanya dengan mencurahkan
keringat, darah dan bahkan mengorbankan nyawa baru bisa menggapai kemerdekaan
dari bangsa penjajah.
Profesor Philip G. Zimbardo melalui teorinya ‘The Heroic
Imagination Project’ menyentil bahwa sekarang ini kata pahlawan telah memiliki
multi tafsir dan sering disalahgunakan. Pahlawan selalu diindentikan dengan
sang pemenang di medan perang dan umumnya gelar ini diberikan
kepada para tentara. Menurut Zimbardo; pahlawan bisa diraih dengan cara damai
dan bukan juga seseorang yang selalu bersifat luar biasa tetapi bisa
ditampilkan kapan saja ketika dibutuhkan. Semua orang bisa menjadi pahlawan.
Kepahlawanan bisa muncul dalam melakukan hal-hal kecil yang memiliki dampak
positif bagi kehidupan pribadi, keluarga dan warga bangsa.
Dalam nuansa itu maka pantaslah koperasi kredit bisa dijadikan
sebagai pahlawan kemerdekaan ekonomi masyarakat Flores yang memerdekakan masyarakat akar
rumput dari belenggu penjajahan ketergantungan, budaya instan dan kosumerisme
yang berlebihan.
*Penulis
adalah Kepala Bidang SDM Puskopdit Bekatigade Ende-Ngada-Nagekeo
REVIEW JURNAL
I.
ABSTRAK
Ketidak nyamanan rakyat kian memuncak lantaran berbagai ragam
perampokan berkelompok dan bahkan menggunakan persenjataan super canggih yang
konon hanya dimiliki ‘orang-orang khusus’ negeri tercinta ini.
Sebagian lagi gerah dan geram terhadap tetangganya Malaysia yang katanya bangsa serumpun tetapi
selalu memakan rumpun Indonesia untuk kejayaan sendiri negerinya. Di
tengah hingar-bingar perayaan HUT Kemerdekaan yang ke-65, ada tukar guling atau
barter 3 petugas mulia abdi negara ini dibandingkan dengan 7 nelayan ‘pencuri
atau maling ikan’ dari negeri seberang.
II.
POINT POINT
1. koperasi kredit melakukan
sesuatu yang boleh dikatakan lawan arus dengan mengoptimalkan seluruh kekuatan
yang ada pada masyakarat.
2. Permasalahan ekonomi rakyat
di negeri ini hanya bisa diatasi oleh mereka sendiri dalam kebersamaan.
3. Potensi yang ada merupakan
harta karun yang tidak dapat diambil oleh orang lain serta harus
diaktualisasikan secara efektif dan cerdas. Potensi itu dalam bentuk otak dan
hati yang memiliki antusiasme untuk terus berusaha.
4. Pemerintah menyiapkan sarana
dan prasarana serta regulasi yang memancing kreativitas masyarakat untuk dengan
mudah mengakses pada pusat-pusat ekonomi serta transformasi sumber daya manusia
yang berdaya saing tinggi.
5. Salah satu strategi koperasi
kredit adalah dengan cara membangun karakter menabung sedikit demi sedikit
menghasilkan milyaran bahkan trilyunan rupiah seperti tersaji pada data
statistik di atas. W.F. Raiffaisien (1848) sang pendiri pernah menulis,
“Setetes demi setetes akan menghasilkan selokan dan akhirnya menjadi sungai”.
Atau pepatah tua mengatakan ‘sehari selembar benang, lama-lama menjadi kain’.
Penggiat koperasi kredit tidak pernah merasa tergoda menawarkan jalan pintas
apalagi budaya instan untuk meningkatkan kesejahteraan (ekonomi).
III.
PENUTUP
Gerakan koperasi kredit
seakan mau meracik ulang sketsa bangunan perekonomian nasional dan daerah yang
gemar menghujani masyarakat dengan berbagai bantuan meski diketahui bahwa
bantuan tersebut semakin mematikan daya kreativitas dan meninabobokan
orang-orang yang dibantu. Lebih parah lagi kegiatan mulia dimaksud bisa saja
akan melahirkan generasi yang hanya ‘tahu menerima’ tanpa mau berjuang untuk
memperoleh makan. Padahal para pejuang dan pahlawan kita zaman dahulu telah
memberikan contoh, hanya dengan mencurahkan keringat, darah dan bahkan
mengorbankan nyawa baru bisa menggapai kemerdekaan dari bangsa penjajah.
Dalam nuansa itu maka
pantaslah koperasi kredit bisa dijadikan sebagai pahlawan kemerdekaan ekonomi
masyarakat Flores yang memerdekakan masyarakat akar
rumput dari belenggu penjajahan ketergantungan, budaya instan dan kosumerisme
yang berlebihan.
NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294
Tidak ada komentar:
Posting Komentar