Senin, 28 November 2011

JURNAL EKONOMI KOPERASI (PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA)




1.1Keadaan Perekonomian Indonesia Pada Masa Ekonomi Liberal
Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bangsa Belanda melakukan praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup.
Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat memprihatinkan. Di samping itu para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dan para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa
melepaskan tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.
1.2Timbulnya Cita -Cita Pembentukan Koperasi di Indonesia
Penindasan yang terus menerus terhadap rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah. Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin pesat. Di samping itu kesadaran beragama juga semakin tinggi. Pada saat itulah mulai tumbuh keinginan untuk melepaskan dari keadaan yang selama ini mengungkung mereka. Pemerintah Hindia Belanda tak segan- segan menyiksa mereka baik fisik maupun mental. Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfatkan kesempatan dan keadaan mereka sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang mencekik leher. Dari keadaan itulah timbul keinginan untuk membebaskan kesengsaraan rakyat dengan membentuk koperasi.
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI.
Adanya Politik Etis Belanda membuktikan adanya beberapa orang Belanda yang turut memikirkan nasib penderitaan/kesengsaraan rakyat Indonesia seperti halnya berkaitan dengan koperasi tanah air kita yaitu E. Sieburgh dan De Wolf van Westerrede. Kedua nama tersebut banyak kaitannya dengan perintisan koperasi yang pertama-tama di tanah air kita, yaitu di Purwokerto.
1.3 Terwujudnya Pendirian Koperasi
Sementara itu pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh di mana-mana. Kaum pergerakan pun dalam memperjuangkan mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini. Titik awal perkembangan perkoperasian di bumi Nusantara ini bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Budi Utomo” pada tahun 1908.
Pergerakan kebangsaan yang dipimpin oleh Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo inilah yang menjadi pelopor dalam industri kecil dan kerajinan melalui keputusan Kongres Budi Oetomo di Yogyakarta kala itu ditetapkan, bahwa:
•Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang
pendidikan.
•Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi
Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka dibentuldah koperasi konsumsi dengan nama “Toko Adil”. Sejak saat inilah arus gerakan koperasi internasional mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, yaitu terutama melalui penggunaan sendi-sendi dasar atau prinsip-prinsip Rochdale itu.
Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Dan pada tahun 1912, sendi dasar ini juga yang dipakai oleh organisasi Serikat Islam.
1.4Campur Tangan Belanda Dalam P erkembangan Koperasi Indonesia
Pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di dalam kehidupan beroganisasi di kalangan penduduk pribumi saat itu. Baru pada tahun 1915 disadari bahaya laten dan sendi-sendi dasar demokrasi yang dianut pergerakan-pergerakan rakyat itu. Pemerintah kolonial lalu mengeluarkan peraturan yang pertama kali mengatur cara kerja koperasi, yang sifatnya lebih membatasi ruang gerak perkoperasian. Karena Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
-Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
-Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
-Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
-Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun
1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
- Hanya membayar 3 gulden untuk materai
- Bisa menggunakan bahasa derah
- Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
- Perizinan bisa di daerah setempat
Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami kesulitan untuk berkembang. Kesulitan pelaksanaan koperasi tidak saja dialami oleh Budi Oetomo, melainkan juga dialami oleh pergerakan- pergerakan lainnya, seperti Serikat Dagang Islam (SDI) yang dilahirkan pada tahun 1911 silam dipimpin oleh H. Samanhudi.
1.5Koperasi Indonesia Pada Masa P endudukan Jepang
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia koperasi tidak mengalami perkembangan tetapi justru mengalami kehancuran. Jepang lalu mendirikan ”Kumiai”, yaitu koperasi model Jepang.
Tugas Kumiai mula-mula menyalurkan barang-barang kebutuhan rakyat
yang pada waktu itu sudah mulai sulit kehidupannya. Politik tersebut sangat menarik perhatian rakyat sehingga dengan serentak di Indonesia dapat didirikan Kumiai sampai ke desa-desa. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.Jelaslah bahwa Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat terhadap koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya.




Review Jurnal

I. Abstrak

Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bangsa Belanda melakukan praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.


II.Point-Point

1.    Penindasan yang terus menerus terhadap rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah
2.    para pengijon dan lintah darat memanfatkan kesempatan dan keadaan mereka sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang mencekik leher. Dari keadaan itulah timbul keinginan untuk membebaskan kesengsaraan rakyat dengan membentuk koperasi
3.    Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongrest, maka dibentuklah koperasi konsumsi dengan nama “Toko Adil”.
4.    Karena Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
-Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
-Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
-Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
-Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun
1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
- Hanya membayar 3 gulden untuk materai
- Bisa menggunakan bahasa derah
- Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
- Perizinan bisa di daerah setempat
5.    Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia koperasi tidak mengalami perkembangan tetapi justru mengalami kehancuran


III. Penutup

Koperasi yang didirikan pertama kali yaitu koperasi perkreditan yang bertujuan untuk membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dengan adanya koperasi diharapkan akan dapat meringankan beban rakyat terhadap hutang yang lebih menyengsarakan rakyat akibat bunga yang terlalu tinggi. Namun dalam pelaksanaannya selalu saja mengalami hambatan, sehingga koperasi tidak dapat berkembang.

NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)

KOPERASI MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN DAN KESEJAHTERAAN: MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL DAN REGIONALISME BARU




Review Jurnal Koperasi 

Membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi sebagai suatu gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi"regulatory" dan "development". Tidak jarang peran ‘”development”  justru tidak mendewasakan koperasi.
Koperasi sejak kelahiranya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar "self help and cooperation" atau "individualitet dan solidaritet" selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995). Runtuhnya rejim sosialis Blok-Timur dan kemajuan di bagian dunia lainnya seperti Afrika telah menjadikan gerakan koperasi dunia kini praktis sudah menjangkau semua negara di dunia, sehingga telah menyatu secara utuh. Dan kini keyakinan tentang jalan koperasi itu telah menemukan bentuk gerakan global.
Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi. 
Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikannya tidak terlihat perannya yang begitu nyata.
Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi  yang sehat dan kokoh bersatu.
Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :
Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;
Kedua, potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;
Ketiga, koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;
Keempat, koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing field";
Kelima, pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
Keenam, koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;
Ketujuh, bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.
Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?)   
Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan "bersama dalam kesejahteraan" dan "sejahtera dalam kebersamaan”.

Jakarta, 8 Juli 2003

Oleh: Dr. Noer Soetrisno -- Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia





Review Jurnal

I. Abstrak
 Koperasi sebagai suatu gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi "regulatory" dan"development". Tidak jarang peran ‘”development”  justru tidak mendewasakan koperasi.
II. Point-Point

Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi. 
gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :
Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;
Kedua, potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;
Ketiga, koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya danaktifitasnya;
Keempat, koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing field";
Kelima, pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
Keenam, koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;
Ketujuh, bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.

III. Penutup

Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi. 



NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)

REVIEW JURNAL


WAJAH KOPERASI TANI DAN NELAYAN DI INDONESIA: SEBUAH TINJAUAN KRITIS


1.       Meskipun koperasi pertanian pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960an hingga awal tujuh puluhan, namun pada dasarnya koperasi pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Sejak dahulu sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub-sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah. Sehingga terlahir koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas ketika itu adalah koperasi peternakan sapi perah dan koperasi tebu rakyat. Kedua-duanya mempunyai ciri yang sama yaitu menghadapi pembeli tunggal pabrik gula dan konsumen kota.
2.       Pada sub sektor pertanian tanaman pangan yang pernah diberi nama “pertanian rakyat” praktis menjadi instrumen untuk menggerakkan pembangunan pertanian, terutama untuk mencapai swasembada  beras. Hal serupa juga di ulang oleh pemerintah Orde Baru dengan mengaitkan dengan pembangunan desa dan tidak lagi terikat ketat dengan Departemen Pertanian seperti pada masa Orde Lama dan awal Orde Baru. Tugas koperasi pertanian ketika itu adalah menyalurkan sarana produksi pertanian terutama pupuk, membantu pemasaran yang kesemuanya berkaitan dengan program pembangunan sektor pertanian dan “pengerakannya” kepada koperasi selalu apabila gagal dilaksanakan sendiri atau langsung oleh pemerintah, contoh padi sentra, kredit BIMAS hingga distribusi pupuk.
3.       KUD sebagai koperasi berbasis wilayah jumlahnya hanya 8620 unit dan pendiriannya memang tidak terlalu luas. Hingga menjelang dicabutnya Inpres 4/1984 KUD hanya mewakili 25% dari jumlah koperasi yang ada ketika itu, namun dalam hal bisnis mereka mewakili sekitar 43% dari seluruh volume bisnis koperasi di Indonesia. KUD meskipun bukan koperasi pertanian namun secara keseluruhan dibandingkan koperasi lainnya tetap lebih mendekati koperasi pertanian dan karakternya sebagai koperasi berbasis pertanian juga sangat menonjol. Diantara koperasi yang ada di Indonesia yang jumlahnya pada saat ini lebih dari 103 ribu unit, KUD termasuk yang mempunyai jumlah KUD aktif tertinggi yaitu 92% atau sebanyak 7931 unit KUD pada saat ini tidak berbeda dengan koperasi lainnya dan tidak memperoleh privilege khusus, tidak terikat dengan wajib ikut program sektoral, sehingga pada dasarnya sudah menjadi koperasi otonomi yang memiliki rata-rata anggota terbesar.
4.       Koperasi pertanian yang digerakan melalui pengembangan kelompok tani setelah keluarnya Inpres 18/1998 mempunyai jumlah yang besar, namun praktis belum memiliki basis bisnis yang kuat dan mungkin sebagian sudah mulai tidak aktif lagi. Usaha mengembangkan koperasi baru di kalangan tani dan nelayan selalu berakhir kurang menggembirakan. Mereka yang berhasil jumlah terbatas dan belum dapat dikategorikan sebagai koperasi pertanian sebagai mana lazimnya koperasi pertanian di dunia atau bahkan oleh KUD-khusus pertanian yang ada.

Posisi Pertanian : Kini dan Ke Depan
5.       Posisi sektor pertanian sampai saat ini tetap merupakan penyedia lapangan kerja terbesar dengan sumbangan terhadap pembentukan produksi nasional yang kurang dari 19%. Jika dimasukkan keseluruhan kegiatan off form yang terkait dan sering dinyatakan sebagai sektor agribisnis juga hanya mencakup 47%, sehingga dominasi pembentukan nilai tambah juga sudah berkurang dibandingkan dengan sektor-sektor di luar pertanian. Isue peran pertanian sebagai penyedia pangan, bentuk ketahanan pangan juga menurun derajat kepentingan nya.
6.       Ditinjau dari unit usaha pertanian terdapat 23,76 juta unit atau 59% dari keseluruhan unit usaha yang ada. Disektor pertanian hanya terdapat 23,76 juta usaha kecil dengan omset dibawah 1 miliar/tahun dimana sebagian terbesar dari usaha tersebut adalah usaha mikro dengan omset dibawah Rp. 50 juta/thn. Secara kasar dapat diperhitungkan bahwa hanya sekitar 670 ribu unit usaha kecil di sektor pertanian yang bukan usaha mikro, oleh karena itu daya dukungnya sangat lemah dalam memberikan kesejahteraan bagi para pekerja. Sementara itu penguasaan tanah berdasarkan sensus pertanian 1993 sekitar 43% tanah pertanian berada di tangan 13% rumah tangga dengan pemilikan diatas 1 hektar saja. Sehingga petani besar sebenarnya potensial dilihat sebagai modal untuk menjadi lokomotif pembangunan pertanian.
7.       Problematika sektor pertanian di Indonesia yang akan mempengaruhi corak pengembangan koperasi pertanian dimasa depan adalah issue kesejahteraan petani, peningkatan produksi dalam suasana desentralisasi dan perdagangan bebas. Bukti empiris di dunia Mengungkapkan bahwa pertanian keluarga tidak mampu menopang kesejahteraan yang layak setara dengan sektor lainnya dalam suasana perdagangan bebas. Thema ini menjadi penting untuk melihat arah kebijakan pertanian dalam jangka menengah dan panjang, terutama penetapan pilihan sulit yang melilit sektor pertanian akibat berbagai Rasionalisasi. Kelangsungan hidup koperasi pertanian dimasa lalu sangat terkait politik reservasi tersebut, dan ke depan  hal ini juga akan sangat menentukan.
8.       Untuk melihat posisi koperasi secara kritis perlu didasarkan pada posisi sektor pertanian yang semakin terbuka dan bebas. Dengan dasar bahwa proses liberalisasi perdagangan yang berdampak pada sektor pertanian dalam bentuk dihapuskan kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terpokus. Sehingga pengekangan program pembangunan pertanian tidak mungkin lagi dijalankan secara bebas, tetapi hanya dapat dilakukan secara lokal dan harus sesuai dengan potensi lokal. Olah karena itu prinsip pengembangan pertanian akan lebih bersifat insentif driven ketimbang program driven seperti  dimasa lalu. Dengan demikian corak koperasi pertanian akan terbuka tetapi untuk menjamin kelangsungan hidupnya akan terbatas pada sektor selektif yang memenuhi persyaratan tumbuhnya koperasi.

Sketsa Koperasi Pertanian di Masa Depan
9.       Perkembangan koperasi pertanian ke depan digambarkan sebagai “restrukturisasi” koperasi yang ada dengan fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil. Oleh karena itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum. Pada saat ini saja hampir di semua KUD, unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup Koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif. Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang semakin kompetitif, termasuk jasa pendukung pertanian (jasa penggilingan dan pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi.
10.   Koperasi Nelayan karena kekuatan utamanya terletak pada kekuatan monopoli penguasaan pendaratan dan lelang oleh pemerintah, akan sangat di tentukan oleh policy daerah hak itu akan diberikan kepada siapa ? Pemerintah daerah juga potensial untuk melahirkan pesaing baru dengan membangun pendaratan baru. Dengan pengorganisasian atas dasar kesamaan tempat pendaratan pada dasarnya kekuatannya terletak pada daya tarik tempat pendaratan. Persoalan yang dihadapi koperasi nelayan ke depan adalah alih fungsi dari "nelayan tangkap" menjadi “nelayan budidaya”, karena hampir sebagian terbesar perairan perikanan pantai sudah di kategorikan overfishing. Fenomena ini juga terjadi di negara seperti Canada, Korea Selatan dan Eropa dimana koperasi nelayan sedang menghadapi situasi surut.
11.   Koperasi perkebunan tetap mempunyai prospek yang bagus terutama yang terkait dengan industri pengolahan. Namun dalam situasi kesulitan menarik investasi karena kurangnya insentif, kebangkitan ini akan tertunda. Potensi besar sektor perkebunan untuk memanfaatkan kelembagaan koperasi dapat direalisasi dengan dukungan restrukturisasi status aset anggota dalam koperasi atau pengenalan konsep "saham" sebagai equity dibanding "simpanan" yang tidak transferable.
12.   Koperasi di sub sektor peternakan terutama peternakan sapi perah apapun kebijakan yang ditempuh akan mampu berkembang dengan karakter koperasi yang kental. Prasyarat untuk memajukan koperasi di bidang persusuan ini dalam menghadapi persaingan global antara lain:
a.       Bebaskan anggota yang ada hingga usahanya minimal skala mikro atau minimal 10 ekor/anggota.
b.       Bebaskan setiap koperasi hingga mencapai satuan yang layak sebagai kluster peternakan minimal 15.000liter/hari dan idealnya menuju pada 100.000 liter/hari.
c.       Integrasi untuk konsep pertanian dan peternakan agar menjamin kesatuan unit untuk meningkatkan kepadatan investasi pertanian.
      13.   Untuk kegiatan pertanian lainnya agar lebih berhati-hati untuk mengenalkan konsep koperasi ke dalam kegiatan pertanian. Persyaratan usaha masing-masing anggota, kesesuaian struktur pasar dan keterkaitan jangka panjang antara bisnis anggota dan kegiatan koperasi akan tetap menjadi pertimbangan kepentingan untuk menumbuhkan koperasi pertanian. Pada akhirnya daerah otonom sebagai suatu kesatuan administrasi harus dilihat sebagai basis pemusatan koperasi.




Review Jurnal

I. Abstrak

 Pada dasarnya koperasi pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Sejak dahulu sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub-sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah. Sehingga terlahir koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas ketika itu adalah koperasi peternakan sapi perah dan koperasi tebu rakyat. Kedua-duanya mempunyai ciri yang sama yaitu menghadapi pembeli tunggal pabrik gula dan konsumen kota.
.   Koperasi Nelayan karena kekuatan utamanya terletak pada kekuatan monopoli penguasaan pendaratan dan lelang oleh pemerintah, akan sangat di tentukan oleh policy daerah hak itu akan diberikan kepada siapa ? Pemerintah daerah juga potensial untuk melahirkan pesaing baru dengan membangun pendaratan baru.


II. Point-Point

1.     Meskipun koperasi pertanian pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960an hingga awal tujuh puluhan, namun pada dasarnya koperasi pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian.
2.       Pada sub sektor pertanian tanaman pangan yang pernah diberi nama “pertanian rakyat” praktis menjadi instrumen untuk menggerakkan pembangunan pertanian, terutama untuk mencapai swasembada  beras.
3.     KUD sebagai koperasi berbasis wilayah jumlahnya hanya 8620 unit dan pendiriannya memang tidak terlalu luas. Hingga menjelang dicabutnya Inpres 4/1984 KUD hanya mewakili 25% dari jumlah koperasi yang ada ketika itu, namun dalam hal bisnis mereka mewakili sekitar 43% dari seluruh volume bisnis koperasi di Indonesia. KUD meskipun bukan koperasi pertanian namun secara keseluruhan dibandingkan koperasi lainnya tetap lebih mendekati koperasi pertanian dan karakternya sebagai koperasi berbasis pertanian juga sangat menonjol
4.      Usaha mengembangkan koperasi baru di kalangan tani dan nelayan selalu berakhir kurang menggembirakan.
5.     keseluruhan kegiatan off form yang terkait dan sering dinyatakan sebagai sektor agribisnis juga hanya mencakup 47%, sehingga dominasi pembentukan nilai tambah juga sudah berkurang dibandingkan dengan sektor-sektor di luar pertanian
6.     . Secara kasar dapat diperhitungkan bahwa hanya sekitar 670 ribu unit usaha kecil di sektor pertanian yang bukan usaha mikro, oleh karena itu daya dukungnya sangat lemah dalam memberikan kesejahteraan bagi para pekerja. Sementara itu penguasaan tanah berdasarkan sensus pertanian 1993 sekitar 43% tanah pertanian berada di tangan 13% rumah tangga dengan pemilikan diatas 1 hektar saja. Sehingga petani besar sebenarnya potensial dilihat sebagai modal untuk menjadi lokomotif pembangunan pertanian.
7.     Bukti empiris di dunia Mengungkapkan bahwa pertanian keluarga tidak mampu menopang kesejahteraan yang layak setara dengan sektor lainnya dalam suasana perdagangan bebas
8.     bahwa proses liberalisasi perdagangan yang berdampak pada sektor pertanian dalam bentuk dihapuskan kebijakan perencanaan pertanian yang kaku dan terpokus. Sehingga pengekangan program pembangunan pertanian tidak mungkin lagi dijalankan secara bebas, tetapi hanya dapat dilakukan secara lokal dan harus sesuai dengan potensi lokal. Olah karena itu prinsip pengembangan pertanian akan lebih bersifat insentif driven ketimbang program driven seperti  dimasa lalu
9.     Unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup Koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif
10.    Potensi besar sektor perkebunan untuk memanfaatkan kelembagaan koperasi dapat direalisasi dengan dukungan restrukturisasi status aset anggota dalam koperasi atau pengenalan konsep "saham" sebagai equity dibanding "simpanan" yang tidak transferable.
11.   . Prasyarat untuk memajukan koperasi di bidang persusuan ini dalam menghadapi persaingan global antara lain:
a.       Bebaskan anggota yang ada hingga usahanya minimal skala mikro atau minimal 10 ekor/anggota.
b.       Bebaskan setiap koperasi hingga mencapai satuan yang layak sebagai kluster peternakan minimal 15.000liter/hari dan idealnya menuju pada 100.000 liter/hari.
c.       Integrasi untuk konsep pertanian dan peternakan agar menjamin kesatuan unit untuk meningkatkan kepadatan investasi pertanian.


III. Penutup

kegiatan pertanian lainnya agar lebih berhati-hati untuk mengenalkan konsep koperasi ke dalam kegiatan pertanian. Persyaratan usaha masing-masing anggota, kesesuaian struktur pasar dan keterkaitan jangka panjang antara bisnis anggota dan kegiatan koperasi akan tetap menjadi pertimbangan kepentingan untuk menumbuhkan koperasi pertanian. Pada akhirnya daerah otonom sebagai suatu kesatuan administrasi harus dilihat sebagai basis pemusatan koperasi.


NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)

REVIEW JURNAL


Keberadaan dan Manfaat Koperasi


Berbagai macam koperasi didirikan, ada koperasi pegawai negeri atau swasta, koperasi pelajar, koperasi pedagang, nelayan, petani, masyarakat umum, dan lain-lain. Begitu banyaknya koperasi didirikan sehingga memberi peluang bergeraknya perekonomian nasional.

UNIT usaha yang dikelola koperasi juga berbagai macam, tidak terbatas pada usaha simpan pinjam saja. Koperasi yang biasanya bergerak pada unit usaha simpan pinjam (kredit), koperasi konsumsi barang, atau koperasi yang memproduksi barang dan jasa ikut menggerakkan roda perekonomian. Bergeraknya peredaran uang dalam sistem usaha koperasi juga ikut menghidupkan geliat perekonomian.
Prinsip pendirian koperasi adalah sebagai usaha bersama yang ditujukan untuk kemakmuran anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pendirian koperasi juga harus mendapat pengesahan sedagai badan hukum koperasi dari pihak yang berwenang. Sejauh ini koperasi dengan prinsip usaha bersama atas asas kekeluargaan banyak menolong/membantu para  anggotanya.

Manfaat koperasi yang tercermin dari tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota baik dalam tataran ekonomi maupun sosial. Kesejahteraan yang erat kaitannya dengan pemanfaatan jasa dari koperasi ikut membantu anggota dalam menghadapi kesulitan terutama yang menyangkut persoalan keuangan. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi juga menjadi salah satu elemen penting dalam meningkatkan kesejahteraan para anggota. SHU sendiri dibagikan kepada para anggota koperasi berdasarkan kesepakatan anggota yang biasanya terakumulasi dari penghitungan jasa kepada koperasi. Adapun SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku setelah dikurangi biaya, penyusutan dan kewajiban lain (termasuk pajak ) dan besarnya SHU yang dibagikan kepada masing-masing anggota sebanding dengan jasa yang dilakukan oleh anggota tersebut.

Sebagai badan usaha yang ditujukan untuk kepentingan bersama, kesejahteraan anggota koperasi mutlak harus didahulukan karena anggota koperasi adalah elemen terpenting yang menjadi  roda penggerak   koperasi.

Walaupun manfaat koperasi sangat dirasakan bagi para anggota, namun kadangkala ada anggota yang tidak bertanggungjawab atau lepas tanggungjawab terhadap koperasi tempatnya bernaung. Yang dimaksud lepas tanggung jawab adalah seperti ketidak jujuran anggota atau pengurus, pengelolaan yang tidak demokratis, kurangnya kesadaran untuk mengembalikan pinjaman, kurangnya kesadaran untuk menghidupkan koperasi demi kelangsungan koperasi itu sendiri. Padahal koperasi dapat tumbuh dan berkembang tergantung pada partisipasi aktif anggota di mana partisipasi menentukan kelangsungan dan berkembangnya lapangan usaha atau unit usaha koperasi. Dengan demikian tanggungjawab berupa kesadaran berkoperasi sangat diperlukan dan menjadi perhatian agar koperasi dapat hidup tumbuh dan berkembang maju.

Kesadaran berkoperasi yang dimaksud antara lain: a) keinginan untuk memajukan koperasi, b) kesanggupan mentaati peraturan dalam koperasi seperti kewajiban terhadap simpan pinjam, c) mentaati ketentuan-ketentuan baik sedagai anggota, pengurus dan badan pengawas, d) membina hubungan sosial dalam koperasi, e) melakukan pengawasan terhadap jalannya  koperasi.

Dalam tata perekonomian Indonesia, fungsi koperasi tertuang dalam Undang-Undang No.25 Tahun 1992 Pasal 4 tentang Perkoperasian, yakni: a) membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya; b) berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; c) memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya; d) berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi    ekonomi.

Fungsi koperasi untuk mencapai tujuan seperti yang dimaksud di atas sulit tercapai apabila koperasi yang dijalankan tidak berdasarkan atas asas kekeluargaan serta gotong royong yang mengandung unsur kerja sama. Agar koperasi dapat berfungsi dan memiliki nilai manfaat bagi anggota dan masyarakat sekaligus menunjang perkembangan perekonomian nasional, maka koperasi perlu mendapat perhatiaan dari pemerintah. Peranan pemerintah dalam gerakan koperasi antara lain dengan: a) memberi bimbingan berupa penyuluhan, pendidikan ataupun melakukan penelitian bagi perkembangan koperasi serta bantuan konsultasi terhadap permasalahan koperasi; b) melakukan pengawasan termasuk memberi perlindungan terhadap koperasi berupa penetapan bidang kegiatan ekonomi yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya; c) memberikan fasilitas berupa kemudahan permodalan, serta pengembangan jaringan usaha dan kerja sama.

Peran pemerintah ini penting agar keberadaan koperasi terus berkembang maju. Apalagi isu keberadaan koperasi saat ini berdasarkan tujuan jangka pendek adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kebodohan, dalam arti bahwa keberadaan koperasi dapat dimanfaatkan oleh para anggota hingga mereka dan masyarakat tidak kekurangan sandang, pangan maupun papan
Sumber: Cetak Bangkapos
Review Jurnal

I. Abstrak
            Koperasi  dibagi dalam beberapa golongan ada koperasi pegawai negeri atau swasta, koperasi pelajar, koperasi pedagang, nelayan, petani, masyarakat umum, dan lain-lain. Begitu banyaknya koperasi didirikan sehingga memberi peluang bergeraknya perekonomian nasional.
Koperasi yang biasanya bergerak pada unit usaha simpan pinjam (kredit), koperasi konsumsi barang, atau koperasi yang memproduksi barang dan jasa ikut menggerakkan roda perekonomian. Bergeraknya peredaran uang dalam sistem usaha koperasi juga ikut menghidupkan geliat perekonomian. Kesejahteraan yang erat kaitannya dengan pemanfaatan jasa dari koperasi ikut membantu anggota dalam menghadapi kesulitan terutama yang menyangkut persoalan keuangan.

II. Point-Point

1.    UNIT usaha yang dikelola koperasi  juga berbagai macam, tidak terbatas pada usaha simpan pinjam saja.
2.    Prinsip pendirian koperasi adalah sebagai usaha bersama yang ditujukan untuk kemakmuran anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
3.    Manfaat koperasi yang tercermin dari tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota baik dalam tataran ekonomi maupun sosial.
4.    Sebagai badan usaha yang ditujukan untuk kepentingan bersama, kesejahteraan anggota koperasi mutlak harus didahulukan karena anggota koperasi adalah elemen terpenting yang menjadi roda penggerak koperasi.
5.    Kesadaran berkoperasi yang dimaksud antara lain:

a.    keinginan untuk memajukan koperasi,
b.    kesanggupan mentaati peraturan dalam koperasi seperti kewajiban terhadap simpan pinjam,
c.    mentaati ketentuan-ketentuan baik sedagai anggota, pengurus dan badan pengawas,
d.    membina hubungan sosial dalam koperasi
e.    melakukan pengawasan terhadap jalannya         koperasi.

6.    Dalam tata perekonomian Indonesia, fungsi koperasi tertuang dalam Undang-Undang No.25 Tahun 1992 Pasal 4 tentang Perkoperasian, yakni:

a.    membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
b.    berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
c.    memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya
d.    berusaha mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi  ekonomi.
7.    Fungsi koperasi untuk mencapai tujuan seperti yang dimaksud di atas sulit tercapai apabila koperasi yang dijalankan tidak berdasarkan atas asas kekeluargaan serta gotong royong yang mengandung unsur kerja sama
8.    Peranan pemerintah dalam gerakan koperasi antara lain dengan:

a.    memberi bimbingan berupa penyuluhan, pendidikan ataupun melakukan penelitian bagi perkembangan koperasi serta bantuan konsultasi terhadap permasalahan koperasi
b.    melakukan pengawasan termasuk memberi perlindungan terhadap koperasi berupa penetapan bidang kegiatan ekonomi yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya
c.    memberikan fasilitas berupa kemudahan permodalan, serta pengembangan jaringan usaha dan kerja sama.
III. Penutup
            berdasarkan tujuan jangka pendek koperasi adalah untuk mengurangi kemiskinan dan kebodohan, dalam arti bahwa keberadaan koperasi dapat dimanfaatkan oleh para anggota hingga mereka dan masyarakat tidak kekurangan sandang, pangan maupun papan



NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)

REVIEW JURNAL KOPERASI


Pemberdayaan Koperasi Untuk Mengembangkan Ekonomi Rakyat


A. Pengertian Ekonomi Rakyat dan Ekonomi Kerakyatan
Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM Mubyarto, menjelaskan bahwa Ekonomi Rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ia disebut sektor informal, “underground economy“, atau “ekstralegal sector“.
Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata (penjelasan pasal 33 UUD 1945).
Ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan, dan sistem ekonomi Pancasila merupakan aturan main bagi semua perilaku ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi.
Menurut San Afri Awang, Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, pengertian ekonomi kerakyatan adalah tata laksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.

B. Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan
Menurut San Afri Awang, sistem ekonomi kerakyatan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peranan vital negara (pemerintah). Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, sehingga memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
2. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan. Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat antipasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.
3. Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerja sama (cooperatif). Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap didasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggarakan melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.
4. Pemerataan penguasaan faktor produksi. Dalam rangka itu, sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
5. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian. Dilihat dari sudut pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
6. Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan. Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya secara diametral dari bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, “Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerja sama untuk menyelenggarakan keperluan bersama”. Karakter utama ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.
7. Kepemilikan saham oleh pekerja. Dengan diangkatnya kerakyatan atau demokrasi sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (cooperatif) melalui penerapan pola-pola Kepemilikan Saham oleh Pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.
Menurut Indra Gunawan, dosen FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pelaksanaan ekonomi kerakyatan paling tidak memiliki lima ciri sebagai berikut:
Prinsip keadilan dan demokrasi ekonomi, kepedulian terhadap yang lemah, tanpa membedakan suku, agama, dan gender.
Pemihakan, pemberdayaan, dan perlindungan terhadap yang lemah (UKMK, petani, dan nelayan kecil mendapat prioritas).
Penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat (UKMK diberi pelatihan, akses pada permodalan, informasi pasar dan teknologi tepat guna).
Menggerakkan ekonomi daerah pedesaan termasuk daerah terpencil, daerah minus, dan daerah perbatasan.
Pemanfaatan dan penggunaan tanah dan sumber daya alam secara transparan, adil, dan produktif.

C. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan
Menurut San Afri Awang Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan dalam garis besarnya meliputi lima hal berikut:
Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.
Agar tetap bisa mengikuti perkembangan zaman, koperasi harus bisa memberikan sumbangan nyata kepada pemberdayaan ekonomi rakyat. Jika hal ini tidak dilakukan maka koperasi yang diharapkan akan menjadi sokoguru perekonomian nasional tidak akan mampu untuk bersaing dengan pelaku ekonomi lain baik pemerintah maupun swasta.

D. Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (KUMKM)
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM dan Koperasi Wayan Suarja, dalam Konvensi Nasional Pers di Samarinda, menyampaikan bahwa dalam kaitan dengan peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, maka pemenuhan terhadap hak atas pekerjaan secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi salah satunya oleh kebijakan pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, disamping juga sektor riil dan perdagangan. Pengembangan KUMKM memiliki potensi yang besar dan strategis dalam rangka mengurangi kemiskinan, mengingat pertumbuhan dan aktifnya sektor riil yang dijalankan KUMKM mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat, yaitu tersedianya lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa KUMKM dapat menjadi penyeimbang pemerataan dan penyerapan tenaga kerja.
KUMKM dapat diandalkan sebagai penggerak roda ekonomi masyarakat pedesaan, perkotaan, bahkan di daerah tertinggal.
Dalam rangka memberdayakan KUMKM, maka Kementerian Koperasi dan UKM melakukan beberapa kegiatan antara lain:
1. Program penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UKM
Kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah:
a.  Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi usaha dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan biaya perijinan.
b.  Penyempurnaan peraturan perundangan beserta ketentuan pelaksanaannya dalam rangka membangun legalitas usaha yang kuat, melanjutkan penyederhaan birokrasi, perijinan, dan lokasi, serta peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik sektoral maupun spesifikasi daerah.
c.   Memperbarui/memulihkan hak-hak legal, antara lain dengan memperbarui/memulihkan surat-surat ijin usaha melalui prosedur dan mekanisme yang sederhana, mudah, cepat, dan tanpa pungutan, bahkan apabila memungkinkan cukup dengan melapor atau mendaftar saja.
2. Program pengembangan sistem pendukung usaha KUKM
Kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah:
a.  Perluasan sumber pembiayaan, khususnya kredit investasi dan penyediaan pembiayaan ekspor melalui lembaga modal ventura dan lembaga bukan bank lainnya, terutama yang mendukung UKM.
b.  Penggunaan jaringan pasar domestik untuk produk-produk UKM dan anggota koperasi melalui pengembangan lembaga pemasaran jaringan/kemitraan usaha, dan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama untuk komoditas unggulan berdaya saing tinggi.
c.   Penguatan infrastruktur pembiayaan bagi petani dan nelayan di pedesaan dan pengembangan badan pembiayaan alternatif, seperti: sistem bagi hasil dana bergulir, sistem tanggung renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai ganti agunan, dan penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas.
d.  Fasilitasi pengembangan badan penjaminan kredit melalui kerja sama bank dan lembaga asuransi, dan fasilitasi bantuan teknis kepada BPR dan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) untuk meningkatkan penyaluran kredit bagi sektor pertanian.
e.  Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi disertai dukungan penyediaan infrastruktur pedesaan.
f.    Bantuan untuk KSP/USP yang masih dapat melakukan kegiatan.
g.  Memfasilitasi UKM agar dapat berdagang di pasar darurat yang disediakan Departemen Perdagangan.
3. Program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUKM
Kegiatan yang dilakukan melalui program ini adalah:
a.  Bantuan teknis dan pendampingan teknologi kepada pemerintah daerah, masyarakat dan UKM di wilayah perbatasan.
b.  Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk memacu pengembangan wirausaha baru UKM berbasis teknologi, berorientasi ekspor, pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, serta pemberian dukungan pengembangan kemitraan investasi antar UKM.
c.   Pemasyarakatan kewirausahaan, penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk memacu pengembangan wirausaha baru UKM berbasis teknologi, berorientasi ekspor, sub kontrak, dan agribisnis/agroindustri.
d.  Pendataan ulang/revitalisasi kelembagaan KUKM.
e.  Bantuan pembuatan alat/sarana usaha berupa kapal penangkap ikan yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap bersama Departemen Kelautan dan Perikanan.
4. Pemberdayaan usaha skala mikro
Kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah:
a.  Peningkatan kesempatan dalam berusaha dengan penyediaan kemudahan dan pembiayaan teknis manajemen dalam memulai usaha, perlindungan usaha, tempat usaha wirausaha baru, dan penyediaan badan pembiayaan alternatif untuk usaha.
b.  Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan perkoperasian serta fasilitasi pembentukan wadah koperasi di daerah kantong-kantong kemiskinan.
c.   Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan LKM dan KSP di sektor pertanian dan pedesaan antara lain melalui pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antar LKM dan bank.
d.  Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas koperasi sebagai wadah organisasi untuk meningkatkan skala ekonomi usaha dan efisiensi kolektif.
e.  Memfasilitasi sarana usaha bagi usaha skala mikro, yang berlokasi di sekitar tenda-tenda penampungan, dan pasar darurat yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Departemen Perdagangan.
f.    Peningkatan kredit skala mikro dan kecil serta peningkatan kapasitas dan jangkauan pelayanan KSP/USP.
g.  Peningkatan pengetahuan dan kemampuan kewirausahaan pengusaha mikro dan kecil.
5. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi
Kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini adalah:
a.  Fasilitasi penguatan lembaga dan organisasi berbasis masyarakat di pedesaan berdasarkan identifikasi best practices dan lessons learned program-program pemberdayaan masyarakat.
b.  Peningkatan pelayanan lembaga perkoperasian dan UKM pada zona aman bencana terhadap kelompok kegiatan ekonomi terdekat yang terkena bencana. Program-program tersebut diupayakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi sektor riil sehingga dapat membuka lapangan kerja yang luas, meningkatkan nilai tambah produk, meningkatkan daya beli masyarakat, dan meningkatkan pendapatan usaha mikro, kecil, dan menengah, yang pada gilirannya diharapkan akan mampu menurunkan kemiskinan.
Sejak tahun 2006, Kementerian Koperasi dan UKM telah mengembangkan berbagai bentuk dan skema pemberian dukungan kepada KUMKM melalui beberapa program kegiatan sebagai berikut:
Program pembiayaan usaha mikro. (a) Program pembiayaan produktif KUM dengan memfasilitasi 840 KSP/USP masing-masing dengan modal Rp 100 juta. (b) Program pembiayaan produktif KUM pola syariah yang bertujuan untuk memberdayakan pengusaha kecil dan mikro melalui kegiatan usaha berbasis syariah serta memperkuat peran dan posisi KJKS/UJKS sebagai instrumen pemberdayaan usaha mikro dengan menyalurkan dana kepada 360 KJKS/UJKS.
Program pemberdayaan usaha mikro dan kecil (UMK) melalui sertifikasi hak atas tanah dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha UMK dalam mengakses sumber-sumber permodalan khususnya bagi lembaga keuangan yang mensyaratkan adanya agunan bagi debitornya.
Pemanfaatan dana SUP-005 untuk pembiayaan usaha mikro dan kecil.
Program sarjana pencipta kerja mandiri (Prospek Mandiri) untuk meningkatkan jumlah wirausahawan kecil dan menengah melalui skema bantuan modal kerja.
Pengembangan usaha KUKM di sektor peternakan melalui bantuan dana bergulir kepada koperasi untuk pengadaan bibit sapi dan sarana penunjang lainnya.
Program pengembangan usaha koperasi di bidang pangan yang dilakukan melalui kegiatan pengembangan pengadaan pangan koperasi dengan sistem bank padi, pengadaan alat pertanian, dan sarana produksi di sentra pangan.
Program pengarusutamaan gender di bidang KUKM melalui dukungan perkuatan dana bergulir kepada kelompok-kelompok produktif masyarakat, yang pada umumnya adalah wanita pengusaha skala mikro dan kecil dengan menerapkan sistem tanggung renteng.
E. Rencana Program Pemberdayan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) Tahun 2007
Sebagai tidak lanjut pemberdayaan KUMKM pada tahun sebelumnya, maka pada tahun 2007 Kementerian Negara Koperasi dan UKM memperoleh alokasi anggaran Rp 1,48 triliun yang diarahkan untuk melaksanakan lima program pokok yaitu:
program penciptaan iklim usaha UMKM,
program pengembangan sistem pendukung bagi UMKM,
program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM,
program pemberdayaan usaha skala mikro,
dan program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Suryadharma Ali, dalam peringatan Hari Koperasi ke-62 di Jakarta mengatakan bahwa peringatan Hari Koperasi ke-62 tahun 2009 adalah Memantapkan Peran Gerakan Koperasi dalam Dinamika Perubahan Global. Tema ini mengandung makna bahwa masyarakat koperasi bertekad dan berkeinginan untuk meningkatkan peran dan kontribusi terhadap ketahanan perekonomian nasional dalam dinamika perubahan global, dengan lebih bersungguh-sungguh meningkatkan kualitas koperasi secara nasional agar menjadi badan usaha yang tangguh, kuat, dan profesional di berbagai sektor sehingga mampu memenuhi kepentingan ekonomi anggota dan masyarakat.
Selanjutnya Suryadharma Ali menyampaikan bahwa koperasi sebagai sokoguru perekonomian bangsa adalah manifestasi dari demokrasi ekonomi sebagaimana digariskan dalam Pasal 33 UUD 1945. Beliau juga menjelaskan, dalam demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Meskipun kenyataan tersebut masih jauh dari cita-cita, namun semangat untuk menjadikan koperasi sebagai tuan rumah di negeri sendiri tak akan pernah padam. Dengan tekad untuk bersikap dinamis, positif, dan optimis menatap masa depan yang lebih cerah diharapkan akan tumbuh prakarsa kreatif untuk melakukan kerja sama dari semua komponen bangsa untuk menjawab tantangan perubahan global. Kita bertekad untuk mengelola perubahan dengan cerdas dan arif dengan semangat kebangsaan, kerakyatan, dan kemandirian untuk menjadi tuan di negeri sendiri.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir dan Lembaga Layanan Pemasaran dengan pendekatan lintas pelaku, terus-menerus melakukan program pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil yang terhimpun dalam koperasi. Pemberdayaan dikelompokkan pada lima aspek, yaitu:
aspek kualitas sumber daya manusia, karena di situlah semuanya berawal,
aspek peningkatan aksesibilitas modal, karena dari modal inilah mereka secara komersial mampu menerjemahkan ide-ide kreatifnya,
aspek mekanisasi dan inovasi teknologi, karena dari situ kualitas produksi dapat terjaga secara konsisten,
pematenan hak cipta dan merk, karena melalui keduanya koperasi dapat go international,
aspek kelembagaan dengan meningkatkan legalitas badan koperasi melalui kerja sama dengan Ikatan Notaris Indonesia, sehingga memungkinkan koperasi untuk membangun linkage program ke lembaga-lembaga keuangan formal.
Sumber:
* http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/artikel_2.htm
* http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/myweb/sanafri.htm
* http:/www.indonesia.go.id/id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10468
* http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/makalahsamarinda.pdf
* Indra Gunawan, 2006, Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan: Pemberdayaan Koperasi Sebagai Basis Pengembangan Ekonomi Rakyat, Universitas Sanata Dharma & Pustaka Widyatama.
Sumber: http://ksupointer.com/2009/pemberdayaan-koperasi-untuk-mengembangkan-ekonomi-rakyat


Review Jurnal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan, dan sistem ekonomi Pancasila merupakan aturan main bagi semua perilaku ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi. pengertian ekonomi kerakyatan adalah tata laksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.

BAB II
PEMBAHASAN


Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, sehingga memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa. Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan. Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat. Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap didasarkan atas mekanisme pasar.
Koperasi dan UKM memperoleh alokasi anggaran Rp 1,48 triliun yang diarahkan untuk melaksanakan lima program pokok yaitu:
program penciptaan iklim usaha UMKM,
program pengembangan sistem pendukung bagi UMKM,
program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM,
program pemberdayaan usaha skala mikro,
dan program peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir dan Lembaga Layanan Pemasaran dengan pendekatan lintas pelaku, terus-menerus melakukan program pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil yang terhimpun dalam koperasi.

BAB III
PENUTUP
Dalam demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Meskipun kenyataan tersebut masih jauh dari cita-cita, namun semangat untuk menjadikan koperasi sebagai tuan rumah di negeri sendiri tak akan pernah padam. Dengan tekad untuk bersikap dinamis, positif, dan optimis menatap masa depan yang lebih cerah diharapkan akan tumbuh prakarsa kreatif untuk melakukan kerja sama dari semua komponen bangsa untuk menjawab tantangan perubahan global. Kita bertekad untuk mengelola perubahan dengan cerdas dan arif dengan semangat kebangsaan, kerakyatan, dan kemandirian untuk menjadi tuan di negeri sendiri.

NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)

REVIEW JURNAL KOPERASI

KOPERASI SEBAGAI LEMBAGA EKONOMI RAKYAT


Koperasi sebagai sebuah lembaga ekonomi rakyat telah lama dikenal di Indonesia, bahkan Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.

Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam Bab I, Pasal 1, ayat 1 dinyatakan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan tingkatan koperasi dalam UU tersebut dikenal dua tingkatan, yakni Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang, dan Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

Tujuan pendirian Koperasi, menurut UU Perkoperasian, adalah memajukan kesejahteraananggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membanguntatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Secara konsepsional, Koperasi sebagai Badan Usaha yang menampung pengusaha ekonomi lemah, memiliki beberapa potensi keunggulan untuk ikut serta memecahkan persoalan social-ekonomi masyarakat. Peran Koperasi sebagai upaya menuju demokrasi ekonomi secara kontitusional tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Namun dalam perjalanannya, pengembangan koperasi dengan berbagai kebijakan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, keberadaannya masih belum memenuhi kondisi sebagaimana yang diharapkan masyarakat.

Secara kuantitatif jumlah koperasi di Indonesia cukup banyak, berdasarkan data Departemen Koperasi & UKM pada tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Dengan demikian, dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.

Dalam teori strategi pembangunan ekonomi, kemajuan Koperasi dan usaha kerakyatan harus berbasiskan kepada dua pilar:
1.      Tegaknya sistem dan mekanisme pasar yang sehat;
2.      Berfungsinya aransmen kelembagaan atau regulasi pemerataan ekonomi yang effektif.

Namun dalam kenyataan yang dirasakan hingga saat ini, seringkali terjadi debat publik untuk menegakkan kedua pilar utama di atas hanya terjebak pada pilihan kebijakan danstrategi pemihakan yang skeptis dan cenderung mementingkan hasil daripada proses dan mekanisme yang harus dilalui untuk mencapai hasil akhir tersebut.

Di samping lembaga Koperasi yang telah dikenal, saat ini juga berkembang lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah (golongan ekonomi lemah) dengan berlandaskan sistem ekonomi Syariah Islam. Badan Hukum dari BMT dapat berupa Koperasi untuk BMT yang telah mempunyai kekayaan lebih dari Rp 40 juta dan telah siap secara administrasi untuk menjadi koperasi yang sehat dilihat dari segi pengelolaan koperasi dan baik (“thayyiban”) dianalisa dari segi ibadah, amalan shalihan para pengurus yang telah mengelola BMT secara Syariah Islam. Sebelum berbadan hukum koperasi, BMT dapat berbentuk sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dapat berfungsi sebagai Pra Koperasi.

Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha ekonomi bagi kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari pembangunan ekonomi kerakyatan, maka sudah seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan Koperasi dan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat ekonomi lemah dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat dan menggandeng lembaga-lembaga pemerintahan daerah, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan Lembaga Perbankan Syariah , yang sedang berkembang saat ini di Indonesia, dalam sebuah bentuk kemitraan berupa pembinaan manajerial koperasi, bantuan pengembangan perangkat dan sistem keuangan mikro, serta kerjasama pendanaan dan pembiayaan .

Dengan membuat sebuah program kemitraan bagi BMT, maka diharapkan dapat mengembangkan usaha-usaha mikro, sebagai pelaku utama ekonomi kerakyatan, yang akan sulit jika dibiayai dengan menggunakan konsep perbankan murni, dan di sisi lain kemitraan ini juga akan meningkatkan kemampuan Koperasi dan BMT sebagai lembaga keuangan alternatif yang akhirnya program ekonomi Kerakyatan yang didengung-dengungkan selama ini dalam mencapai visi mencapai kesejahteraan lahir dan bathin, insya Allah akan dapat terwujud. Namun sebelum mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, kita harus menyadari bahwa makna kesejahteraan yang ingin dicapai bukan hanya dari sisi materi semata, tetapi lebih dari itu yakni mempunyai ketersinggungan dengan apek ruhaniah yang juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan social ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kebersihan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat,sehingga mendiskusikan konsep kesejahteraan tersebut tidak terbatas pada variable-variabel ekonomi semata, melainkan juga menyangkut moral, adat, agama, psikologi, sosial, politik, demografi, dan sejarah.


Review Jurnal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
           
            Dr. Muhammad Hatta, salah seorang Proklamator Republik Indonesia yang dikenal sebagai Bapak Koperasi, mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.  Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan pendirian Koperasi, menurut UU Perkoperasian, adalah memajukan kesejahteraananggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membanguntatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Koperasi sebagai Badan Usaha yang menampung pengusaha ekonomi lemah, memiliki beberapa potensi keunggulan untuk ikut serta memecahkan persoalan social-ekonomi masyarakat. Di samping lembaga Koperasi yang telah dikenal, saat ini juga berkembang lembaga Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil bawah (golongan ekonomi lemah) dengan berlandaskan sistem ekonomi Syariah Islam. Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha ekonomi bagi kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi BMT berada pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari pembangunan ekonomi kerakyatan, maka sudah seharusnya memanfaatkan dan memberdayakan Koperasi dan BMT sebagai lembaga yang menghimpun masyarakat ekonomi lemah dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat dan menggandeng lembaga-lembaga pemerintahan daerah, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan Lembaga Perbankan Syariah.


BAB III
PENUTUP
Koperasi dan BMT sebagai lembaga keuangan alternatif yang akhirnya program ekonomi Kerakyatan yang didengung-dengungkan selama ini dalam mencapai visi mencapai kesejahteraan lahir dan bathin, insya Allah akan dapat terwujud. Namun sebelum mewujudkan visi masyarakat sejahtera lahir dan bathin, kita harus menyadari bahwa makna kesejahteraan yang ingin dicapai bukan hanya dari sisi materi semata, tetapi lebih dari itu yakni mempunyai ketersinggungan dengan apek ruhaniah yang juga mencakup permasalahan persaudaraan manusia dan keadilan social ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan individu, kebersihan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta keharmonisan kehidupan keluarga dan masyarakat.



NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)