Mubyarto
DARI ILMU BERKOMPETISI KE
ILMU BERKOPERASI
Pendahuluan
Ketika memenuhi undangan
IKOPIN Jatinangor untuk memberikan seminar tentang Pengajaran Ilmu Ekonomi di
Indonesia tanggal 7 – 8 Mei 2003, kami terkejut saat mengetahui IKOPIN bukan
singkatan dari Institut (Ilmu) Koperasi Indonesia, tetapi Institut Manajemen
Koperasi Indonesia. Ternyata pada saat berdirinya IKOPIN tahun 1984,
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi yang berwenang memberikan ijin operasi
perguruan-perguruan tinggi berpendapat ilmu koperasi tidak dikenal dan yang ada
adalah ilmu ekonomi. Karena koperasi lebih dimengerti sebagai satu bentuk badan
usaha, maka ilmu yang tepat untuk mempelajari koperasi adalah cabang ilmu
ekonomi mikro yaitu manajemen. Masalah koperasi dianggap semata-mata
sebagai masalah manajemen yaitu bagaimana mengelola organisasi koperasi agar
efisien, dan agar, sebagai organisasi ekonomi, memperoleh keuntungan (profit)
sebesar-besarnya seperti organisasi atau perusahaan-perusahaan lain yang
dikenal yaitu perseroan terbatas atau perusahaan-perusahaan milik negara
(BUMN).
Pada tahun-tahun
tujuhpuluhan Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta mengkritik pedas
koperasi–koperasi Indonesia yang lebih nampak berkembang sebagai koperasi
pengurus, bukan koperasi anggota. Organisasi koperasi seperti KUD
(Koperasi Unit Desa) dibentuk di semua desa di Indonesia dengan berbagai
fasilitas pemberian pemerintah tanpa anggota, dan sambil berjalan KUD
mendaftar anggota petani untuk memanfaatkan gudang danlaintai jemur gabah,
mesin penggiling gabah atau dana untuk membeli pupuk melalui kredit yang
diberikan KUD. Walhasil anggota bukan merupakan prasarat berdirinya sebuah
koperasi.
Terakhir, kata koperasi
yang disebut sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan asas kekeluargaan
dihapus dari UUD 1945 ketika ST-MPR 2002 membuat putusan “fatal” menghapuskan
seluruh penjelasan atas pasal-pasal UUD 1945 dengan alasan tidak masuk akal
a.l. “di negara-negara lain tidak ada UUD/konstitusi yang memakai penjelasan”.
Akibat dari putusan ST-MPR 2002 adalah bahwa secara konstitusional, bangun
usaha koperasi tidak lagi dianggap perlu atau wajib dikembangkan di Indonesia.
Konsekuensi lebih lanjut jelas bahwa keberadaan lembaga Menteri Negara Koperasi
& UKM pun kiranya sulit dipertahankan. Meskipun sistem ekonomi Indonesia
tetap berdasar asas kekeluargaan, tetapi organisasi koperasi tidak
merupakan keharusan lagi untuk dikembangkan di Indonesia. Inilah sistem ekonomi
yang makin menjauh dari sistem ekonomi Pancasila.
Reformasi Kebablasan
Sistem Ekonomi Indonesia
berubah menjadi makin liberal mulai tahun 1983 saat diluncurkan
kebijakan-kebijakan deregulasi setelah anjlognya harga ekspor minyak
bumi. Pemerintah Indonesia yang telah dimanja bonansa minyak (1974 – 1981)
merasa tidak siap untuk tumbuh terus 7% per tahun dalam kondisi ekonomi lesu,
sehingga kemudian memberi kebebasan luar biasa kepada dunia usaha swasta (dalam
negeri dan asing) untuk “berperan serta” yaitu membantu pemerintah dalam
membiayai pembangunan nasional. Pemerintah memberikan kebebasan kepada
orang-orang kaya Indonesia untuk mendirikan bank yang secara teoritis akan
membantu mendanai proyek-proyek pembangunan ekonomi. Kebebasan mendirikan
bank-bank swasta yang disertai kebebasan menentukan suku bunga (tabungan dan
kredit) ini selanjutnya menjadi lebih liberal lagi tahun 1988 dalam bentuk
penghapusan sisa-sisa hambatan atas keluar-masuknya modal asing dari dan ke
Indonesia. Jumlah bank meningkat dari sekitar 70 menjadi 240 yang kemudian
sejak krismon dan krisis perbankan 1997 – 1998 menciut drastis menjadi dibawah
100 bank. Krismon dan krisbank jelas merupakan rem
“alamiah” atas proses kemajuan dan pertumbuhan ekonomi “terlalu cepat” (too
rapid) yang sebenarnya belum mampu dilaksanakan ekonomi Indonesia, sehingga
sebagian besar dananya harus dipinjam dari luar negeri atau melalui investasi
langsung perusahaan-perusahaan multinasional.
Kondisi ekonomi Indonesia
pra-krisis 1997 adalah kemajuan ekonomi semu di luar kemampuan riil
Indonesia. Maka tidak tepat jika kini pakar-pakar ekonomi Indonesia berbicara
tentang “pemulihan ekonomi” (economic recovery) kepada kondisi sebelum
krisis dengan pertumbuhan ekonomi “minimal” 7% per tahun. Indonesia tidak
seharusnya memaksakan diri bertumbuh melampaui kemampuan riil ekonominya. Jika
dewasa ini ekonomi Indonesia hanya tumbuh 3-4% per tahun tetapi didukung
ekonomi rakyat, sehingga hasilnya juga dinikmati langsung oleh rakyat, maka
angka pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah itu jauh lebih baik dibanding
angka pertumbuhan ekonomi tinggi (6-7% per tahun) tetapi harus didukung
pinjaman atau investasi asing dan distribusinya tidak merata.
Reformasi ekonomi yang
diperlukan Indonesia adalah reformasi dalam sistem ekonomi, yaitu
pembaruan aturan main berekonomi menjadi aturan main yang lebih menjamin
keadilan ekonomi melalui peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Jika kini orang menyebutnya sebagai perekonomian yang bersifat kerakyatan,
maka artinya sistem atau aturan main berekonomi harus lebih demokratis dengan
partisipasi penuh dari ekonomi rakyat. Inilah demokrasi ekonomi yang
diamanatkan pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya.
Amandemen
terhadap Amandemen:
Perubahan
Ke-empat Pasal 33 UUD 1945 melanggar Pancasila dan tidak sesuai kehendak rakyat
Pasal 33 UUD
1945 yang terdiri atas 3 ayat, dan telah menjadi ideologi ekonomi
Indonesia, melalui perdebatan politik panjang dan alot dalam 2 kali sidang
tahunan MPR (2001 dan 2002), di-amandemen menjadi 5 ayat berikut:
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (lama)
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (lama)
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (lama)
- Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (Perubahan Keempat)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (Perubahan Keempat)
Dipertahankannya
3 ayat lama pasal 33 ini memang sesuai dengan kehendak rakyat. Tetapi dengan
penambahan ayat 4 menjadi rancu karena ayat baru ini merupakan hal teknis
menyangkut pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan dan program-program
pembangunan ekonomi. Pikiran di belakang ayat baru ini adalah paham persaingan
pasar bebas yang menghendaki dicantumkannya ketentuan eksplisit sistem pasar
bebas dalam UUD. Asas efisiensi berkeadilan dalam ayat 4 yang baru ini
sulit dijelaskan maksud dan tujuannya karena menggabungkan 2 konsep yang jelas
amat berbeda bahkan bertentangan.
Kekeliruan
lebih serius dari perubahan ke 4 UUD adalah hilangnya asas ekonomi
kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang tercantum dalam penjelasan
pasal 33 karena ST-MPR 2002 memutuskan menghapuskan seluruh penjelasan UUD
1945.
Demikian karena
kekeliruan-kekeliruan fatal dalam amandemen pasal 33 UUD 1945, ST-MPR 2003 yang
akan datang harus dapat mengoreksi dan membuat amandemen atas amandemen pasal
33 dengan menyatakan kembali berlakunya seluruh Penjelasan UUD 1945 atau dengan
memasukkan materi penjelasan pasal 33 ke dalam batang tubuh UUD 1945.
Ilmu Ekonomi Sosial
Social economics insists that justice is a basic element of socio-economic
organization. It is, indeed, far more important than allocative efficiency.
Inefficient societies abound and endure on the historical record but societies
that lack widespread conviction as to their justness are inherently unstable. (Stanfield, 1979: 164)
Meskipun secara
prinsip kami berpendapat teori dualisme ekonomi Boeke (1910, 1930) sangat
bermanfaat untuk mempertajam analisis masalah-masalah sosial ekonomi yang
dihadapi bangsa dan rakyat Indonesia, namun pemilahan secara tajam kebutuhan
rakyat ke dalam kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial harus
dianggap menyesatkan. Yang benar adalah adanya kebutuhan sosial-ekonomi
(socio-economic needs). Adalah tepat pernyataan Gunnar Myrdal seorang
pemenang Nobel Ekonomi bahwa:
The isolation of one part of social reality by demarcating it as “economic”
is logically not feasible. In reality, there are no “economic”, “sociological”,
or “psychological” problems, but just problems and they are all complex. (Myrdal, 1972: 139, 142)
Pernyataan
Myrdal ini secara tepat menunjukkan kekeliruan teori ekonomi Neoklasik tentang
“economic man” (homo economicus) sebagai model manusia rasional yang
bukan merupakan manusia etis (ethical man) dan juga bukan manusia
sosial (sociological man). Adam Smith yang dikenal sebagai bapak
ilmu ekonomi sebenarnya dalam buku pertamanya (The Theory of Moral
Sentiments, 1759) menyatakan manusia selain sebagai manusia ekonomi adalah
juga manusia sosial dan sekaligus manusia ethik.
Jelaslah bahwa
perilaku ekonomi manusia Indonesia tidak mungkin dapat dipahami secara tepat
dengan semata-mata menggunakan teori ekonomi Neoklasik Barat tetapi harus
dengan menggunakan teori ekonomi Indonesia yang dikembangkan tanpa lelah
dari penelitian-penelitian induktif-empirik di Indonesia sendiri.
Jika
pakar-pakar ekonomi Indonesia menyadari keterbatasan teori-teori ekonomi Barat
(Neoklasik) seharusnya mereka tidak mudah terjebak pada kebiasaan mengadakan
ramalan (prediction) berupa “prospek” ekonomi, dengan hanya
mempersoalkan pertumbuhan ekonomi atau investasi dan pengangguran. Mengandalkan
semata-mata pada angka pertumbuhan ekonomi, yang dasar-dasar penaksirannya
menggunakan berbagai asumsi yang tidak realistis sekaligus mengandung banyak kelemahan,
sangat sering menyesatkan.
Pakar-pakar ekonomi
Indonesia hendaknya tidak cenderung mencari gampangnya saja tetapi dengan
bekerja keras dengan kecerdasan tinggi mengadakan penelitian-penelitian empirik
untuk menemukan masalah-masalah konkrit yang dihadapi masyarakat dan sekaligus
menemukan obat-obat penyembuhan atau pemecahannya.
Penutup
Dalam era otonomi daerah
setiap daerah terutama masyarakat desanya harus memiliki rasa percaya diri
bahwa melalui organisasi kooperasi (koperasi) kegiatan ekonomi rakyat
dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya. Koperasi harus mereformasi diri
meninggalkan sifat-sifat koperasi sebagai koperasi pengurus menjadi koperasi
anggota dalam arti kata sebenarnya. Jika koperasi benar-benar merupakan
koperasi anggota maka tidak akan ada program/kegiatan koperasi yang tidak
berkaitan langsung dengan kepentingan/kebutuhan anggota. Dengan perkataan lain
setiap “produk” atau kegiatan usaha koperasi harus berdasarkan “restu” atau
persetujuan anggota. Koperasi tidak mencari keuntungan karena anggotalah yang
mencari keuntungan yang harus menjadi lebih besar dengan bantuan organisasi
koperasi.
Bersamaan dengan pembaruan
praktek-praktek berkoperasi, akan lahir dan berkembang ilmu koperasi,
yang merupakan “ilmu ekonomi baru” di Indonesia, yang merupakan ilmu sosial
ekonomi (social economics). Ilmu ekonomi baru ini merupakan ilmu ekonomi
tentang bagaimana bekerja sama (cooperation) agar masyarakat menjadi
lebih sejahtera, lebih makmur, dan lebih adil, bukan sekedar masyarakat yang
lebih efisien (melalui persaingan/kompetisi) yang ekonominya tumbuh cepat. Ilmu
ekonomi yang baru ini tidak boleh melupakan cirinya sebagai ilmu sosial yang
menganalisis sifat-sifat manusia Indonesia bukan semata-mata sebagai homo-ekonomikus,
tetapi juga sebagai homo-socius dan homo-ethicus. Dengan sifat
ilmu ekonomi yang baru ini ilmu ekonomi menjadi ilmu koperasi
The nature of homo ethicus is completely different and
indeed opposite to that of homo economicus. He is altruistic and cooperative
individual, honest and truth telling, trusty and who trust others. He derives
moral and emotional well-being from honouring his obligations to others, has a
strong sense of duty and a strong commitment to social goals (Lunati,
1997:140)
Dalam tatanan ekonomi baru
pemerintah termasuk pemerintah daerah berperan menjaga dipatuhinya aturan main
berekonomi yang menghasilkan “sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Otonomi daerah
yang merupakan simbol kewenangan daerah untuk mengelola sendiri ekonomi daerah
harus dilengkapi desentralisasi fiskal yang diatur secara serasi oleh
pemerintah daerah bersama DPRD, kesemuanya diarahkan pada kesejahteraan rakyat
yang maksimal.
Oleh: Prof. Dr. Mubyarto -- Guru
Besar FE-UGM Yogyakarta, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM
[1] Makalah
untuk Seminar Bulanan V PUSTEP-UGM, 3 Juni 2003
Bibliografi
- Hill, Polly, 1975. A Plea for Indigenous Economics: The Western African Examples.
- Hunt, E.K. History of Economic Thought: A critical Perspective, 1979. California, Wadsworth Publishing Company, Inc.
- Keynes, John Maynard, 1935, The General Theory of Employment, Interest, and Money, London. Macmillan & Co., Ltd.
- Lunati, M. Teresa, 1997, Ethical Issues in Economics: From Altruism to Cooperation to Equity, MacMilalan, London.
- Mubyarto & Bromley, 2002. A Development Alternative for Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
- Mubyarto, 2002. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta, BPFE-UGM.
- Mubyarto, Hudiyanto, & Agnes Mawarni, Ilmu Koperasi, (konsep), akan terbit.
- Myrdal, Gunnar, 1975. Against the Stream: Critical Essays on Economics, New York, Vintage Books.
- Smith, Adam. 1759. The Theory of Moral Sentiments, Washington D.C. Regnery Publishing.
- Stanfield, J. Ron, 1979, Economic Thought and Social Change, London and Amsterdam, Feffer & Simons, Inc.
REVIEW JURNAL
I. ABSTRAK
koperasi lebih dimengerti
sebagai satu bentuk badan usaha, maka ilmu yang tepat untuk mempelajari
koperasi adalah cabang ilmu ekonomi mikro yaitu manajemen. Masalah
koperasi dianggap semata-mata sebagai masalah manajemen yaitu bagaimana
mengelola organisasi koperasi agar efisien, dan agar, sebagai organisasi
ekonomi, memperoleh keuntungan (profit) sebesar-besarnya seperti
organisasi atau perusahaan-perusahaan lain yang dikenal yaitu perseroan
terbatas atau perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN). Pada tahun-tahun
tujuhpuluhan Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta mengkritik pedas
koperasi–koperasi Indonesia yang lebih nampak berkembang sebagai koperasi
pengurus, bukan koperasi anggota. Organisasi koperasi seperti KUD
(Koperasi Unit Desa) dibentuk di semua desa di Indonesia dengan berbagai
fasilitas pemberian pemerintah tanpa anggota, dan sambil berjalan KUD
mendaftar anggota petani untuk memanfaatkan gudang danlaintai jemur gabah,
mesin penggiling gabah atau dana untuk membeli pupuk melalui kredit yang
diberikan KUD. Walhasil anggota bukan merupakan prasarat berdirinya sebuah
koperasi.
kata koperasi yang
disebut sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan asas kekeluargaan
dihapus dari UUD 1945 ketika ST-MPR 2002 membuat putusan “fatal” menghapuskan
seluruh penjelasan atas pasal-pasal UUD 1945 dengan alasan tidak masuk akal
a.l. “di negara-negara lain tidak ada UUD/konstitusi yang memakai penjelasan”.
Akibat dari putusan ST-MPR 2002 adalah bahwa secara konstitusional, bangun
usaha koperasi tidak lagi dianggap perlu atau wajib dikembangkan di Indonesia.
Konsekuensi lebih lanjut jelas bahwa keberadaan lembaga Menteri Negara Koperasi
& UKM pun kiranya sulit dipertahankan.
II.
POINT POINT
1.
Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (lama)
2.
Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara (lama)
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (lama)
- Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (Perubahan Keempat)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (Perubahan Keempat)
- hilangnya asas ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang tercantum dalam penjelasan pasal 33 karena ST-MPR 2002 memutuskan menghapuskan seluruh penjelasan UUD 1945.
- Kekeliruan lebih serius dari perubahan ke 4 UUD adalah hilangnya asas ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang tercantum dalam penjelasan pasal 33 karena ST-MPR 2002 memutuskan menghapuskan seluruh penjelasan UUD 1945.
- secara prinsip kami berpendapat teori dualisme ekonomi Boeke (1910, 1930) sangat bermanfaat untuk mempertajam analisis masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi bangsa dan rakyat Indonesia, namun pemilahan secara tajam kebutuhan rakyat ke dalam kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial harus dianggap menyesatkan.
III. PENUTUP
Dalam era
otonomi daerah setiap daerah terutama masyarakat desanya harus memiliki rasa
percaya diri bahwa melalui organisasi kooperasi (koperasi) kegiatan
ekonomi rakyat dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya. Koperasi harus
mereformasi diri meninggalkan sifat-sifat koperasi sebagai koperasi pengurus
menjadi koperasi anggota dalam arti kata sebenarnya. Jika koperasi
benar-benar merupakan koperasi anggota maka tidak akan ada program/kegiatan
koperasi yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan/kebutuhan anggota.
Dengan perkataan lain setiap “produk” atau kegiatan usaha koperasi harus
berdasarkan “restu” atau persetujuan anggota. Koperasi tidak mencari keuntungan
karena anggotalah yang mencari keuntungan yang harus menjadi lebih besar dengan
bantuan organisasi koperasi.
Akan lahir dan berkembang ilmu
koperasi, yang merupakan “ilmu ekonomi baru” di Indonesia, yang merupakan
ilmu sosial ekonomi (social economics). Ilmu ekonomi baru ini merupakan
ilmu ekonomi tentang bagaimana bekerja sama (cooperation) agar
masyarakat menjadi lebih sejahtera, lebih makmur, dan lebih adil, bukan sekedar
masyarakat yang lebih efisien (melalui persaingan/kompetisi) yang ekonominya
tumbuh cepat. Ilmu ekonomi yang baru ini tidak boleh melupakan cirinya sebagai
ilmu sosial yang menganalisis sifat-sifat manusia Indonesia bukan semata-mata
sebagai homo-ekonomikus, tetapi juga sebagai homo-socius dan homo-ethicus.
Dengan sifat ilmu ekonomi yang baru ini ilmu ekonomi menjadi ilmu koperasi
NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294
Tidak ada komentar:
Posting Komentar