Kamis, 29 November 2012

SPESIAL: Pemain Terbaik Yang Tak Pernah Menangi Ballon d'Or


Messi , Xavi, Ballon D'or 2011
Getty
Ballon d'Or edisi kali ini melahirkan kembali pesepakbola terjago yang identik seperti dua tahun sebelumnya, dia adalah Lionel Messi. Yah, di malam penganugerahaan yang digelar di Zurich beberapa waktu lalu itu, mega bintang Barcelona ini akhirnya berhasil mengklaim titel pribadi paling prestisius ini untuk kali ketiga secara beruntun. Sukses ini menyejajarkan Messi dengan legenda sepakbola termasyhur seperti Johan Cruyff, Marco van Basten, yang mencatatakan tiga Ballon d'Or, dan Michel Platini -- legenda Prancis yang juga mampu merengkuh Ballon d'Or hat-trick secara berturut-turut.

Walau demikian, tak sedikit yang memperdebatkan kelayakan Messi merebut gelar itu untuk tahun ini. Bahkan bomber asal Argentina itu disebut tidak pantas bila hanya merujuk pada 59 golnya, 35 asis dan lima trofi yang dia hadirkan sepanjang 2011 bagi Los Blaugrana. Semua mata analis sepakbola dunia justru kini mengindahkan sosok Xavi, gelandang elegan yang cuma bisa merengkuh gelar perunggu selama tiga tahun berturut-turut di bawah bayangan Messi. Tak sedikit pula yang menyebut kans Xavi untuk memenangkan Ballon d'Or sudah tertutup [merujuk pada umur sang gelandang].

Miris memang bagi Xavi. Anda mungkin tidak lupa bukan betapa catatan kontribusi yang dia berikan baik bagi Barcelona maupun timnas Spanyol tidak main-main. Gelar Piala Dunia 2010 yang ia hadirkan kemarin mungkin bisa menjelaskan pada Anda betapa Xavi amat sangat pantas disebut "best centre midfielder of all time". Liga Champions? Gelar itu mungkin tidak akan didapatkan bagi Barca tanpa campur tangan Xavi. "Tukang servis" Messi di Barca ini memang masih bisa kita sebut sebagai gelandang berkelas untuk dua-tiga tahun mendatang, tapi mungkin sulit untuk mengesahkan namanya dalam balutan titel Ballon d'Or. Sejatinya, tahun inilah peluang Xavi menasbihkan namanya dalam sejarah.

Xavi bukan satu-satunya legenda sepakbola kelas dunia yang terlupakan. Bila kita mengamati jauh sebelum era sepakbola modern, setelah Stanley Matthews di tahun 1956 yang menjadi orang pertama memenangkan Golden Ball, Masih ada banyak lainnya nama-nama kelas wahid dengan segudang torehan prestasinya yang terlupakan di mata dunia dan tak pernah memenangi Ballon d'Or. Siapa-siapa saja dia? GOAL.com akan menjabarkan di bawah ini.

Namun perlu ditegaskan, apa yang akan dibahas sekarang ini tidak hanya berbicara soal pemain terbaik dunia sepanjang masa, tapi mereka-mereka juga yang telah berhasil menaklukkan dunia -- baik performanya selama semusim maupun dalam beberapa periode tertentu -- dan mungkin sudah sepantasnya nama mereka masuk dalam daftar pemenang Ballon d'Or. Dan Perlu digarisbawahi juga, Ballon d'Or sebelum di tahun 1995 saat menelurkan nama goerge Weah, striker asal Liberia, hanya pemain-pemain dari Eropa yang bermain untuk klub Benua Biru lah yang masuk dalam kriteria perhitungan. Alhasil, nama-nama wahid dari latin seperti Diego Maradona, Pele dan pemain-pemain non Eropa lainnya yang bersinar sama sekali tidak dianggap, kecuali bila mereka semua mencuat di pertengahan 1990, sampai dewasa ini pun Ballon d'Or kemudian di-merger dengan penghargaan Pemain Terbaik Dunia FIFA menjadi FIFA Ballon d'Or sejak 2010 lalu.

KIPER

Legenda Uni Soviet Lev Yashin menjadi satu-satunya kiper yang sukses mencaplok gelar Ballon d'Or di tahun 1963, akan tetapi bila berbicara apa tidak ada lagi kiper terbaik di era lampau? Jawabannya ada! Tapi tidak seberuntung Yashin.

Memasuki tahun 1970, nama Sepp Maier muncul ke permukaan berkat performa gemilangnya. Ia bahkan bisa disebut salah satu kiper nomor satu terbaik di dunia pada paruh pertama di dekade tersebut. Ia menjadi bagian dari sukses Bayern Munich memenangkan tiga titel beruntun di kompetisi Eropa, mengantar Jerman berjaya di Euro 72, dan dua tahun selanjutnya ia kembali mengantarkan tim Panser menggondol trofi yang lebih bergengsi, Piala Dunia. Sayang beribu sayang, kebintangan Maier tertutupi oleh dua superstar Jerman ketika itu, Franz Beckenbauer dan Gerd Muller yang keduanya tidak pernah absen dari tiga terbaik dunia selama delapan tahun.

Kemudian aksi Dino Zoff di tahun 1973 yang mampu menjaga gawangnya dengan mencatat rekor tidak kebobolan selama 21 bulan hanya diapresiasi dengan gelar perak. Ia kalah dari Johan Cruyff, yang dianggap paling pantas memenangkan Ballon d'Or usai memimpin Ajax meraih gelar ketiganya di ajang Eropa. Raksasa Belanda itu mengalahkan Juventus-nya Zoff 1-0 di final. Karier Zoff sejatinya kembali mengangkasa saat dia berhasil mengangkat gelar Piala Dunia 1982 di usia 40. Di tahun itu pula ia memberikan enam gelar Scudetto bagi Juventus. Namun apa boleh bikin, aksi menawah Paolo Rossi, rekan setim Zoff, yang mencetak enam gol di Spanyol berhasil "menjatuhkan" pamor sang kiper untuk kemudian meraih gelar Ballon d'Or. Perlu diperdebatkan lagi memang, apakah sebetulnya Rossi pantas mengklaim Ballon d'Or ketika itu  sebab sebelum pentas Piala Dunia digelar ia lebih banyak mendekam di luar lapangan akibat terkena sanksi larangan bertanding dalam jangka panjang.

Ballon d'Or di tahun 1992 mungkin pantas disematkan pada sosok Peter Schmeichel yang secara epik dan mencengangkan dunia sukses mengantar timnas Denmark menganjung trofi Euro '92. Tapi lagi-lagi prestasi bukan jaminan mutlak. Justru Marco van Basten lah yang dianugerahi Ballon d'Or di tahun itu. Ironisnya, pada semi-final Euro di tahun tersebut, Schmeichel berhasil mengagalkan penalti van Basten di semi-final sebelum Denmark melaju ke partai puncak. AC Milan yang dibela van Basten juga terdepak dari ajang Eropa di edisi 91/92, meski pada akhirnya mungkin catatan 29 gol di kancah domestik dan mengantar Milan ke tahta Scudetto yang menjadi bahan pertimbangan van Basten meraih Ballon d'Or. Tapi jika Anda melihat perjuangan dramatis Manchester United-nya Schmeichel di Liga Champions edisi 1999, apakah Anda mau membantah betapa gigihnya combeback mustahil Setan Merah saat mengalahkan Bayern Munich di final? Yang mana kemenangan di ajang Liga Champions itu pun mengukuhkan status United sebagai treble-winners di tahun itu.



Oliver Kahn
 turut pula menjadi salah satu legenda terlupakan di tahun 2001-2002. Aksi briliannya di final Liga Champions dengan mengalahkan Valencia dalam drama adu penalti benar-benar tidak dianggap. Tiga algojo berhasil ia bendung untuk memberdirikan timnya di podium juara di musim itu. Tapi apa lacur, Michael Owen dinilai paling pantas duduk di tahta Ballon d'Or atas kepahlawanannya mempersembahkan Piala FA, Piala Liga dan Piala UEFA bagi Liverpool. Apakah catatan itu lebih agung dibanding milik Kahn?

Di era modern ini, kembali dua nama sohor "terasingkan". Adalah Gianluigi Buffon dan Iker Casillas, dua kiper yang memenangkan Piala Dunia 2006 dan 2010 dengan hanya kebobolan dua gol sepanjang turnamen. Keduanya berjibaku mengamankan gawangnya selama final Piala Dunia, Buffon membuat penyelamatan krusial dengan membendung aksi berbahaya Zinedine Zidane dan Casillas yang menghentikan pergerakan Arjen Robben dalam posisi satu lawan satu. Khusus Casillas, jangan lupakan pula karena dua tahun sebelum Piala Dunia itu ia sudah mempersembahkan gelar Euro 2008 bagi tim Matador. Sementara Buffon pada akhirnya kalah kelas dari Fabio Cannavaro yang menempatkan diri di posisi pertama Ballon d'Or dan sang kiper harus rela jadi runner-up. Casillas? Sepertinya menjadi sebuah ironi tersendiri melihat Spanyol yang dalam beberapa tahun terakhir mendominasi dunia tapi tak satupun pemainnya bisa beridiri di podium Ballon d'Or. Yah, mencengangkan!
BEK

Jika di sektor kiper cuma ada satu nama yang pernah memenangkan Ballon d'Or, di jajaran bek dunia juga hanya ada sedikit. Mereka adalah Franz Beckenbauer, Matthias Sammer dan Fabio Cannavaro. Sekali lagi Ballon d'Or seperti menunjukkan favoritisme pada pemain-pemain yang bernaluri menyerang.

Favoritisme itulah yang kemudian menghalangi para legenda-legenda defender wahid untuk menjadi yang terbaik dunia. Terlepas dari tiga nama bek di atas yang sukses menasbihkan diri sebagai yang tersohor seantero dunia, pernahkan kita menyadari momen spartan yang diukir bek-bek seperti Bobby MooreFranco Baresi dan Paolo Maldini? Dimulai dari Moore. Di tahun 1966, Moore mengapteni Inggris dan membawa tim Tiga Singa mendominasi dunia, tapi lihat, ia hanya menjadi runner-up Ballon d'Or setelah empat tahun berselang. Adalah Bobby Charlton yang dianggap paling berjasa atas sukses besar Inggris, terlebih dobel golnya di semi-final dengan mengalahkan Portugal.

1987-1992 menjadi masa supremasinya duo Belanda yang membela AC Milan Ruud Gullit dan van Basten. Mereka berdua mampu memproduksi empat Ballon d'Or berkat aksi-askinya selama periode tersebut. Hal yang membuat nama Baresi tenggelam dan seolah benar-benar mempertegas kalau tidak ada bek yang bisa menandai diri mereka dengan label terbaik dunia. Padahal di masa itu, campur andil Baresi bagi Milan sulit ditampik. Dunia mengakui kalau pertahanan Milan di era Baresi merupakan barisan palang pintu terkokoh sepanjang masa. Baresi menjadi sosok kapten, pemimpin, namun tetap yang terlupakan dan jauh dari keberhasilan menggaet gelar Ballon d'Or.

Masih ada nama dari Milan lainnya. Apakah Anda loyalis Rossoneri mau melupakan begitu saja jasa-jasa luar biasa sang ikon, Paolo Maldini? Hampir seperempat abad kariernya dihabiskan hanya berbakti pada Milan. Disebut-sebut sebagai bek kiri terbaik sepanjang masa, pemenang tujuh Scudetto dan lima ajang Eropa di antara gelar-gelar lain yang dihadirkan Maldini. Tapi Ballon d'Or? Maldini tidak punya. Perjalanan emas Maldini dimulai dari final Liga Champions 1994 saat Rossoneri sukses menjungkalkan Barcelona dream-team ala Cruyff 4-0. Di tahun itu juga, Maldini menjadi bagian tak terpisahkan dari Scudetto Milan dan melenggangnya Italia di final Piala Dunia menghadapi Brasil. Bukankah luar biasa?

       TIGA BEK IKON YANG TAK PERNAH MENANGI BALLON D'OR
MooreBaresiMaldini

Namun selain tiga ikon itu, masih banyak bek-bek lainnya yang layak mendapatkan tempat untuk merebut Golden Ball. Giaconto Facchetti [pilar Inter yang memenangkan Liga Champions pada 1965], Paul Bretner [mencetak gol di dua final Piala Dunia], Andreas Brehme [mungkin bisa disebut salah satu bek kidal terbaik Jerman yang mencetak gol di babak 16 besar, semi-final dan tendangan penalti di final Piala Dunia 1990, dan dinilai sebagai libero terbaik dalam sejarah setelah era Franz Beckenbauer], lalu ada Roberto Carlos [yang berperan penting dalam kejayaan Madrid di Liga Champions dan Piala Dunia pada 2002, namun yang memenangkan Ballon d'Or adalah Ronaldo, padahal ia banyak berkutat dengan cedera], kemudian Lilian Thuram [sukses di Piala Dunia 1998 dan Euro 2000], nama-nama semacam Berti Vogts dan Uli Stielike [Jerman], Ruud Krol [Belanda] dan bek Italia lainnya seperti Alessandro Nesta tinggallah sebuah sosok yang tak terindahkah.

GELANDANG

Pemain yang bermain di posisi ini memang belum banyak mendapat pengakuan sebagai yang terbaik seantero dunia, namun tetap saja ada beberapa legenda yang sepatutnya tidak kehilangan gelar Ballon d'Or. Jika di edisi kali ini Xavi yang mengalami nasib malang, jauh 40 tahun silam sudah mencuat pula perdebatan tentang siapa sebetulnya sosok gelandang terbaik dunia. Playmaker Gunter Netzer mungkin punya kisah serupa layaknya gelandang Barcelona itu. Bintang Borussia Mochengladbach ini mungkin menjadi pemain yang paling bersinar di laga kontra Inggris di Wembley pada perempat-final Euro 1972. Tak sampai di situ, berkat tenaganya jugalah yang menginspirasi Jerman memenangkan Euro edisi kali itu. Namun Di tahun tersebut, Netzer hanya menjadi pemanis dua rekannya yang mengklaim tempat pertama dan kedua dalam Bellon d'Or tahun 72, Franz Beckenbauer dan Gerd Muller.

Netzer juga bukan satu-satunya gelandang serang Jerman berkelas yang gagal ternobatkan sebagai juara Ballon d'Or. Di era 70-an, ada juga nama seperti Wolfgang Overath, yang bahu membahu bersama Netzer di Piala Dunia 1970 dan 1974. Untuk Piala Dunia terakhir keduanya sukses menghadiahkan publik Jerman trofi lambang supremasi sepakbola dunia itu. Dan Wolfgang pun menjadi salah satu pemain terbaik di pesta sepakbola empat tahunan tersebut.



Berbeda dengan Xavi ataupun Andres Iniesta yang menajdi pahlawan penentu kemenangan Spanyol atas Belanda di final Piala Dunia 2010 namun belum pernah mencicipi Ballon d'Or. Kilas balik ke era 50-60-an, La Furio Roja punya senjata rahasia mematikan. Dia adalah Luis Suarez, pemenang Ballon d'Or 1960. Akan tetapi sepertinya gelar Ballon d'Or untuk Suarez itu terasa tidak adil bila tidak memperhitungkan kontribusi brilian pemain seperti Francesco Geto -- salah satu winger terbaik di masanya -- yang menjadi kunci kedigdayaan Madrid dalam memenangkan lima Liga Champions pertama klub bersama Alfredo Di Stefano dan Ferenc Puskas. Tapi sekali lagi, selalu ada kolega yang lebih memiliki high-profile untuk menutupi kegemilangannya.

Masih berbicara seputar Madrid, banyak kalangan percaya Bernd Schuster seharusnya pantas memenangkan Ballon d'Or 1980. Ia dinilai lebih berjasa ketimbang Karl-Heinz Rummenigge yang di tahun itu memang menghadiahi Jerman Barat gelar Euro di Italia. Akan tetapi, di usia 20 tahun, Schuster diklaim sebagai Player of the Tournament bersama pemain Belgia Wilfried van Moer. Walau begitu, catatan Rummenigge di tahun tersebut dengan memenangkan gelar Bundesliga, mencapai semi-final Piala UEFA dan torehan 31 gol bagi klub di musim 1979-80 sudah cukup bagi dirinya untuk mengunci Ballon d'Or.

Milan di zaman Arrigo Sacchi pada era 80-an juga punya banyak cerita epik terkait sosokFrank Rijkaard, pemegang dua kali perunggu Ballon d'Or yang kerap dinilai pantas memiliki lebih dari itu. Akan tetapi, prestasi besar Rijkaard dianggap tak sebanding dengan torehan partner Belanda-nya, Ruud Gullit dan Marco van Basten, yang mengklaim tiga gelar Ballon d'Or di dekade tersebut. Rijkaard hanya menjadi bayang-bayang kedua koleganya itu kendati ia menjadi bagian vital dalam kemenangan di final Liga Champions pada 1990 dan di final Piala Interkontinental tahun itu. Belum lagi nama-nama seperti Dragan Dzajic, Jimmy Johnstone, Sandro Mazzola, Johan Neeskens, Jean Tigana, dan Alain Giresse. Mereka semua tida bisa dispelekan untuk disebut sebagai penantang serius Ballon d'Or.

PENYERANG

Lebih dari 30 perengkuh Ballon d'Or sejak 1956 didominasi dari barisan penyerang, namun ada beberapa bomber legenda yang tampaknya perlu diperhatikan. Ferenc Puskasmisalnya. Kendati ia memenangkan kejuaran Eropa di usia kompetisi yang baru terlahir, nyatanya Puskas hanya menjadi bayang-bayang di belakang Luis Suarez untuk sekedar menjadi nomor dua pada 1960. Di tahun-tahun awal diresmikannya Ballon d'Or, Hungaria berjaya dengan membekuk Inggris 6-3 di Wembley. Rasanya gelar terbaik dunia pantas disematkan pada Puskas di masa itu. John Charles juga dielu-elukan sebagai pesepakbola Inggris terhebat sepanjang masa, mendapatkan suara terbanyak sebagai pemain asing terbaik di Serie A bergabung dengan Maradona dan Platini, torehan golnya juga bagi Juventus benar-benar ciamik [105 gol dalam lima musim] serta tiga Scudetto. Masih kurang pantaskah Ballon d'Or lantas berada dalam genggaman Charles? Hanya karena kegagalan Bianconerri di kancah Eropa menjadi kunci kekalahan dirinya merebut Ballon d'Or dan pada akhirnya harus puas hanya menempati tiga besar pada 1959.

Namun Charles tidak sendiri menjadi pemain yang terpinggirkan dari status terbaik dunia. Ada nama mentereng seperti Thierry Henry, Legenda Arsenal yang sekarang ini kembali memperkuat klub yang telah melambungkan namanya tersebut untuk jangka pendek, yang menemani Charles. Agaknya torehan 226 gol dan dua persembahan Liga Primer Inggris belum cukup untuk mengukuhkan pemain milik New York Red Bulls ini memenangkan Ballon d'Or. Apa memang kontribusi Henry masih terbilang kurang untuk the Gunners? Coba tengok di musim 2004. Arsenal mengalami fase yang amat sulit ditandingi tim-tim lain. Betapa tidak, Arsenal-nya Henry menyapu bersih semua pertandingan Liga dengan tak terkalahkan dan sang penyerang membukukan 39 gol di semua kompetisi. Alasannya mungkin merujuk pada kegagalan Henry membawa Prancis berjaya di Euro 2004, sementara Andriy Shevchenko menggebrak setahun setelahnya untuk mengklaim Ballon d'Or. Henry? sepertinya memang tidak "dijodohkan" memenangkan gelar pribadi paling bergengsi tersebut.

Selain Charles, Juve juga punya nama lain yang tak masuk perhitungan namun kontribusinya fantastis selama satu dekade. Dia adalah Michael Laudrup. Pemain Denmark itu menggebrak dunia di usia belianya pada 1982-83. Yah, Laudrup mencuri hati dunia ketika melakukan impak besar di Juve, Barcelona, Real Madrid dan tentu saja bersama Denmark di Euro '84 dan Piala Dunia '86. Partnernya di lini depan bersama si 'Danish Dynamite', Preban Elkjaer, menjadi momok yang ditakuti di Eropa di pertengahan 1980. Membawa Scandinavians ke semi-final Euro, dan menghadiahi Verona satu capaian historic, Scudetto, setahun berselang. Tapi bagaimanapun, nama Platini tak bisa dipatahkan oleh Elkjaer yang di 80-an sukses mengukir hat-trick.

                TIGA LEGENDA YANG TAK PERNAH RAIH BALLON D'OR
PuskasElkjaerHenry

Momen paling dramatis bagi Paltini terjadi di final Piala Eropa 1985, di mana ditandai dengan penegasan hat-trick Ballon d'Or. Rivalnya pada saat itu adalah Kenny Dalglish, legenda terpinggirkan lainnya yang dianggap pantas menjadi yang tersohor di jagat sepakbola dunia setelah dominasi timnya, Liverpool, sanggup menguasai Eropa selama delapan tahun dan mendulang tiga titel di ajang terbaik Benua Biru. Pria yang kini membesut the Reds itu mencetak gol tunggal penentu juara Liverpool di final Liga Champions 1978, dan itu merupakan musim terbaiknya bersama klub terlebih karena catatan 31 gol-nya. Ditambah tidak adanya pemain yang menonjol selama bergulirnya Piala Dunia 1978, Dalsglish semestinya pantas dinobatkan menjadi nomor satu dunia. Tapi kenyataan berbicara lain. Tidak ada nama Dalglish dalam daftar nominasi tiga besar Ballon d'Or.

Beralih ke bintang sepakbola modern yang semestinya patut merasakan Ballon d'Or adalah legenda hidup Real Madrid, Raul. Meski ia tak bisa memberikan angin segar bagi timnas Spanyol, rekor 323 gol, enam gelar La Liga, dan tiga di ajang Eropa, dan sejumlah momen-momen magic bagi Madrid sepertinya tak salah menempatkan Raul di jajaran pesohor Ballon d'Or. Sayang, hal itu tak pernah terjadi sama sekali. Selanjutnya Pada 2001, kita semua tak lupa bagaimana Raul berhasil membawa Madrid memenangkan La Liga dengan catatan rekor gol menakjubkan yang belum pernah ia capai sebelumnya. Tak salah rasanya bila Raul pantas berada di atas Michael Owen untuk mengkudeta Ballon d'Or pada tahun tersebut.

Bagaimana dengan sepak terjang Wesley Sneijder sepanjang 2010? Treble gelar bersama Inter, final Piala Dunia 2010 bersama Belanda, belum cukup pantaskah sang playmaker mendapatkan Golden Ball? Samuel Eto'o yang mencatatkan diri sebagai pemain yang merasakan dua kali final Liga Champions beruntun dan andil besarnya dalam treble-winners Inter?

Pantas saja bila Messi setelah disahkan menjadi pemain terbaik dunia untuk ketiga kali berutut-turut kemudian mendedikasikan dan "membagi" gelar pribadinya itu untuk Xavi

“Mau Dibawa Kemana Sepak Bola Indonesia”


Sebenarnya agak sedikit malam untuk membicarakan sepak bola di Indonesia. Tapi kalau aku cuma mengendapkan opini ini di dalam pikiran takut menjadi sampah yang bertebaran di stadion GBK pasca pertandingan final Indonesia vs Malaysia di Final AFF dan SEA GAMES 2011. Mungkin dua kompetisi itulah yang digadang-gadang menjadi sebuah momen kebangkitan sepak bola Indonesia. Media dari penjuru dunia dan negeri terpusat menjadi satu memerhatikan pageran ini, mulai dari Infotaiment sampai program talkshow ala Tukul-pun mendatangkan pemain Timnas.
Harapan akan mempunyai Timnas yang mempunyai mental juara hadir ketika terjadi reformasi di tubuh PSSI, meski sempat mengejutkan dengan keputusan ‘prematur’ pemecatan Alferd Riedl, aku dan mungkin jutaan publik banyak berharap akan kinerja kepengurusan PSSI yang baru. Tapi kenyataannya seiring berjalannya waktu, perubahan yang ditunggu belum jua datang. Dimulai dari kisah memalukan Timnas Nasional Senior yang tidak bisa berbuat banyak di ajang Pra Piala Dunia 2014. Meski sempat sedikit dihibur dengan gemerlap penampilan Timnas U-23, tapi sekarang kita dihadapka pada kenyataan yang ambigu dan tidak jelas seperti apa masa depan persepakbolaan negeri persada ini. Mungkin lagu grup band Armada yang berjudul “Mau dibawa kemana” sangat cocok untuk menggambarkan persepakbolaan kita sekarang ini.
Keambiguan ini hadir ketika ada dua liga yang berbeda di dalam sebuah Negara. Di negera-negara dengan reputasi sepakbola yang tidak perlu diragukan lagi seperti Brazil, Italia, Jerman, Spanyol, Belanda, Argentina, Inggris dan sebagainya tidak ada kompetisi “double”  dalam sebuah Negara, yang ada hanyalah kompetisi kelas dua yang itu sifatkan Cup (Piala) bukan League (Liga). Apa gunanya ada dua kompetisi? Apakah akan lebih baik dengan adanya 2 kompetisi? di Negara mana yang ada dua kompetisi Liga dalam satu Negara?, terus kalau tidak ada di Negara yang reputasinya diakui, lantas kita meniru siapa? Siapa yang yang salah? siapa yang benar? ISL kah? atau IPL?
Persaingan antara ISL dan IPL melahirkan beberapa keputusan yang sangat merugikan Timnas, seperti peraturan pemain ISL yang haram hukumnya membela Timnas. Padahal faktanya pemain timnas lebih banyak berada di ISL, terus apa jadinya nanti jika pemain timnas diisi oleh pemain yang baru belajar sepak bola? apakah kita mau kekalahan memalukan selalu lekat sempurna di tubuh Timnas? Entahlah!
Tidak hanya timnas yang dirugikan, beberapa klub juga dirugikan karena tidak bisa ikut berpartisipasi di Ajang AFC Champions League, kalau sudah begini bukan saja klub yang dirugikan tapi secara tidak langsung Negara juga rugi karena harus mengubur peluangnya mengenalkan sepak bola Indonesia di tanah Asia.
Kondisi diperparah dengan mundurnya Pelatih yang membawa perubahan di tubuh U-23, pelatih yang sudah menanam benih yang sangat baik untuk diambil buahnya di masa depan. Mungkin pelatih RD sudah ‘muak’ dengan semua apa yang terjadi, sudah tidak tahan dengan kondisi carut-marut persebakbolaan di Indonesia. Dua pelatih yang sangat kita kagumi sudah meninggalkan kita, Alferd Riedl yang memberikan ‘rasa’ baru di dalam tubuh Timnas Senior harus di depak dengan alasan yang tidak jelas bahkan terbilang amatir, sedangkan RD sang pelatih bertangan dingin harus menepi dari carut-marut persepakbolaan yang ada.
Siapapun engkau yang punya kekuasaan di dunia Sepak Bola Indonesia, hentikan perseteruan ini! Kita harus membuat jauh ke Laut Jawa rasa egois kita masing-masing! Lupakan persaingan di Kongres PSSI yang harus diulang dua kali. Hentikan Ekploitasi pemain-pemain handal harapan bangsa di masa depan. Kita harus bersatu untuk menjadi satu kembali dengan audensi yang demokratis sehingga saling menguntungkan satu sama lain. Kita harus perbaiki sepak bola Indonesia SEKARANG

http://wahyualam.com/mau-dibawa-kemana-sepakbola-indonesia/

SoftSkill Yang Harus Dimiliki Seorang Akuntan atau Audit


Softskill adalah hal yang bersifat halus dan meliputi keterampilan psikologis, emosional dan spiritual. Softskill juga sering di sebut kecakapan lunak yaitu kecakapan yang digunakan dalam berhubugan dan berkerjasama dengan orang lain. Untuk lebih memahami istilah softskill ada baiknya dengan istilah lawannya hardskill. Hardskill adalah gambaran perilaku dan keterampilan yang dapat dilihat mata (eksplisit) atau kemampuan yang dapat menghasilkan sesuatu yang sifatnya visible dan imidiate.
Contohnya seorang Akuntan, kemampuan hardskill yang harus dimilikinya adalah kemampuan membuat laporan keuangan yang benar dan tepat, mengetahui dasar-dasar pembuatan laporan keuangan. Sedangkan keterampilan softskill yang dimilikinya adalah jujur, disiplin, teliti, cerdas dan bertanggung jawab. Dari contoh tersebut, setidaknya kalian dapat memiliki gambaran untuk membedakan antara hardskill dan softskill.
Ada beberapa sofskill yang dibutuhkan para Auditor dan Akuntan dalam dunia kerja, yaitu :
1. Jujur
Seorang akuntan harus jujur dalam membuat laporan keuangan, tidak boleh memanipulasi angka sedangkan auditor harus memberikan keputusan yang benar.
2. Disiplin
Akuntan dan Auditor harus melaporkan dan memberikan keputusan tepat pada waktunya sesuai dengan periode yang berlaku.
3. Bertanggung Jawab
Mampu mempertanggungjawabkan atas laporan keuangan yang sudah dibuat dan bertanggung jawab atas keputusan yang diberikan.
4. Ramah
Bersikap ramah kepada sesama akuntan maupun auditor serta klien mereka. Dengan keramahannya, klien akan merasa lebih comfort dalam bekerjasama dengannya.
5. Sopan
Selain ramah, seorang akuntan dan auditor juga harus memiliki sifat sopan agar terjalin kerjasama yang baik.
6. Cepat beradaptasi
Adaptasi diperlukan untuk mempermudah mereka dalam pengerjaan tugasnya. Adaptasi yang baik akan menghasilkan pekerjaan yang maksimal.
7. Hardworker
Laporan keuangan akan selesai dibuat dan diputuskan dengan tepat waktu apabila akuntan dan auditornya mau bekerja keras dalam penyelesaian ugas mereka masing-masing.
8. Teliti
Akuntan harus teliti dalam menginput angka sesuai dengan transaksi yang sudah dilakukan, sedangkan auditor harus teliti dalam mengoreksi angka yang sudah dibuat oleh akuntan.
9. Cerdas
Akuntan harus mampu memahami sepenuhnya prinsip dan aturan yang mendasari penyiapan infomasi akuntansi, sedangkan auditor harus cerdas daam mencari bukti-bukti untuk membantunya dalam mengaudit laporan keuangan.sehingga dihasikan keputusan yang tepat.
10. Peka
Akuntan dan Auditor harus peka terhadap lingkungan sekitar, walaupun daam melakukan pekerjaan dibutuhkan konsentrasi yang tinggi.
11. Empati
Akuntan dan auditor memiliki kemampuan memahami, merasakan, peduli, hangat, akrab dan kekeluargaan dengan lingkungan sekitar tempat mereka bekerja.
12. Perhatian
Hampir sama dengan empati, sifat perhatian juga harus dimiliki oleh Akuntan dan Auditor dalam bekerja.
13. Teamwork
Dengan kerjasama yang baik, pekerjaan yang dilakukan akan sesuai dengan apa yang diharapkan bahkan bisa selesai dengan tepat waktu.
14. Leadership
Selain sifat-sifat diatas, sifat selanjutnya yang harus dimiliki oleh seorang Akuntan dan Auditor adalah mampu menjadi seorang pemimpin dalam organisasinya. Hal ini diperlukan untuk mencapai tujuan yang sama diantara sesame Akuntan dan Auditor.
15. Loyalitas
Akuntan dan Auditor harus loyal terhadap pekerjaannya agar apa yg dihasilkan menjadi yang terbaik.
16. Komunikasi
Akuntan harus berkomunikasi dengan sesama akuntan agar dalam proses pembuatan laporan keuangan menjadi lebih mudah sedangkan auditor memerlukan komunikasi yang baik dalam penyampaian keputusan yang diambil kepada kliennya.
17. Critical Observation
Harus mampu mengamati suatu masalah yang terjadi dalam pelaporan dan pengambilan keputusan secara kritis.
18. Problem Solving
Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam proses pelaporan dan pengambilan keputusan.
19. Complication
Mampu mengatasi kesulitan yang terjadi dalam membuat laporan keuangan dan mengambil keputusan
SUMBER : http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pu_1009675_chapter2.pdf

Senin, 26 November 2012

Demokrasi dan Inefisiensi Ekonomi


HUBUNGAN antara demokrasi dan ekonomi diaksiomakan oleh adanya paralelitas antara  kebebasan sipil pada tingkat politik dan timbulnya kemakmuran pada level ekonomi. Zóltan Tibor Pállinger dalam Direct Democracy in Europe  (1997: 9) menyebut demokrasi merupakan sistem yang memungkin politik berjalan efisien. Pada giliran selanjutnya, efisiensi di bidang politik mendorong timbulnya efisiensi bidang ekonomi. Apa yang kemudian penting digarisbawahi, pembangunan ekonomi mustahil bisa diwujudkan menjadi kenyataan manakala sebelumnya tak ada prasyarat demokrasi yang mendorong lahirnya kebebasan politik dan ekonomi.
Bahkan, Earl A. Thompson dan Charles Robert Hickson dalam Ideology and the Evolution of Vital Economic Institutions (2000: 13) berbicara tentang efisiensi ekonomi sebagai keniscayaan untuk menyimak keberhasilan demokrasi. Mereka dengan telak menggunakan istilah economic efficiency of democracy. Itulah mengapa, compang-campingnya perekonomian suatu bangsa merupakan cacat terhadap pelaksanaan demokrasi. Seberapa gegap gempitanya demokrasi dikumandangkan, tetap saja memiliki kebermaknaan yang terbatas manakala demokrasi gagal mendorong terciptanya efisiensi ekonomi.
Dalam perspektif yang lain, efisiensi ekonomi memiliki pengertian yang hampir sama dengan keadilan ekonomi. Robin Hahnel dalam Economic Justice and Democracy (2005: 5 dan 49) menyinggung adanya koherensi antara keadilan ekonomi dan keberhasilan melaksanakan demokrasi. Di sini, keadilan ekonomi dijadikan point of view kebermaknaan demokrasi. Keadilan ekonomi bisa dianalogikan sebagai mercusuar yang mampu memberikan arah kepada pelaksanaan demokrasi secara tepat. Dari sini kemudian lahir konsepsi demokrasi ekonomi yang berpijak pada prinsip economic-self-management.
Pertanyaanya kemudian, bagaimana dengan Indonesia? Apakah demokrasi di Indonesia seiring sejalan dengan efisiensi ekonomi?
Dengan nada getir haruslah dikatakan, pelaksanaan demokrasi di Indonesia gagal menghadirkan efisiensi ekonomi. Terhitung sejak akhir dekade 1990-an, Indonesia menjadi negara demokratis di dunia. Bahkan, Indonesia ditengarai sebagai negeri paling demokratis di Asia Tenggara serta tercatat sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang mempraktikkan demokrasi. Tragisnya, aktor kekuasaan yang mendeterminasi perjalanan demokrasi tak cukup memiliki komitmen dan kapasitas menciptakan efisiensi ekonomi.

“Efisiensi ekonomi” yang dimaksudkan di sini mencakup di dalamnya keadilan ekonomi. Bagaimana sumber-sumber produktif dimanfaatkan secara optimal untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan berpijak pada prinsip efisiensi. Baik aspek regulasi, infrastruktur maupun daya dukung kelembagaan masuk ke dalam cakupan efisiensi tersebut. Dari pengertian ini lantas terkuak beberapa persoalan.
Pertama, kegagalan demokrasi mendorong terjadinya efisiensi ekonomi dapat disimak pada terus bertahannya ekonomi biaya tinggi.  Sejak kekuasaan otoriter Orde Baru,  ekonomi biaya tinggi telah sedemikian rupa membuncah menjadi persoalan besar. Pungli, suap dan sogok untuk memperlancar kegiatan usaha telah bergulir sejak era Orde Baru. Tragisnya, realitas buruk ini tak dapat diamputasi hingga pada kurun waktu pelaksanaan demokrasi dewasa ini. Misalnya, pungutan tanpa kejelasan parameter di wilayah pelabuhan menyangkut handling charge, kebersihan kontainer, dan jasa bongkar muat justru memicu mahalnya harga jual produk-produk impor. Inefisiensi ekonomi dalam konteks ini menyudutkan masyarakat konsumen sebagai tumbal pengorbanan.
Kedua, kegagalan demokrasi mendorong terjadinya efisiensi ekonomi terpatri pada buruknya infrastruktur. Sebagai infrastruktur yang kasat mata, jalan raya di berbagai pelosok Nusantara kini tak dapat diandalkan sebagai tulang punggung terciptanya efisiensi ekonomi. Justru, jalan raya mengalami degradasi makna dan fungsi pada era demokrasi kini. Padahal, pada era Orde Baru, jalan raya  relatif lebih bisa diandalkan sebagai infrastruktur untuk memperlancar distribusi produk maupun mobilitas manusia. Pada era demokrasi kini kehancuran infrastruktur juga tercermin pada pola pemeliharaan. Perbaikan jalan di Pantai Utara Jawa (Pantura), misalnya, tak memandang penting efisiensi ekonomi. Sehingga tak mengherankan jika perbaikan jalan di Pantura itu malah memicu timbulnya kemacetan.
Ketiga, kegagalan demokrasi mendorong terjadinya efisiensi ekonomi terkait erat dengan lumpuhnya fungsi intermediasi bank. Ternyata, lembaga perbankan lebih cenderung menyimpang uangnya dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI), ketimbang menyalurkannya ke sektor riil. Hingga akhir April 2010, dana SBI mencapai Rp 346,66 triliun. Jumlah ini merupakan peningkatan sekitar 49% dibandingkan periode sama 2009 sebesar Rp 233,45 triliun. Pembengkakan dana SBI ini berdampak pada beban bunga yang harus dibayarkan BI. Tak mengherankan jika pada 2008 Bank Indonesia mencatat surplus sebesar Rp 17,24 triliun, pada 2009 justru defisit sebesar Rp 1,009 triliun (lihat “Intermediasi Masih Bermasalah”, tajukRepublika, 15 Mei 2010).
Dengan permasalahan yang terang-benderang itu, sesungguhnya tak ada waktu mundur (time of no return) untuk melakukan koreksi terhadap perjalanan demokrasi kita. Problema pada tingkat filosofis dapat dirumuskan dengan kalimat: apalah artinya demokrasi jika tidak jua tercapai efisiensi ekonomi? Ini berarti, tidak mungkin para aktor demokrasi melihat trio persoalan yang dikemukakan di atas semata sebagai teknis perekonomian. Pada tiga persoalan di atas sesungguhnya termaktub tanggung jawab moral pelaksanaan demokrasi.
Terutama bagi para aktor demokrasi di parlemen, niscaya untuk menjadikan trio persoalan itu sebagai masalah kebangsaan. Jika trio persoalan itu tak ditemukan solusinya pada tingkat filosofi, teknis dan strategi, maka selama itu pula tak pernah tercipta koherensi antara demokrasi dan efisiensi ekonomi. Indonesia lalu menjadi negara demokratis yang menyedihkan.


SUMBER : http://anwariwmk.blog.com/2012/07/15/ekonomi-politik-2/

GREEN ECONOMY

Mengenal pengertian ekonomi hijau atau green economy sebenarnya tidak sulit, demikian paling tidak menurut salah satu teman saya. Menurut dia apa yang disebut dengan ekonomi hijau adalah perekonomian yang tidak merugikan lingkungan hidup.

Program Lingkungan PBB (UNEP; United Nations Environment Programme) dalam laporannya berjudul Towards Green Economy menyebutkan, ekonomi hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Ekonomi hijau ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.

Dari definisi yang diberikan UNEP, pengertian ekonomi hijau dalam kalimat sederhana dapat diartikan sebagai perekonomian yang rendah karbon (tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan), hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.

Kemudian apa bedanya ekonomi hijau (green economy) dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)?. Konsep ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana diketahui prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi hijau merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan.




Ekonomi Hijau (Green Economy)

Ekonomi Hijau Tema Hari Lingkungan Hidup 2012. UNEP menetapkan tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2012 adalah “Green Economy: Does it include you?”. Dalam konteks Indonesia, tema tersebut diadaptasi sebagai Tema Hari Lingkungan Hidup Indonesia 2012 menjadi “Ekonomi Hijau: Ubah perilaku, tingkatkan kualitas lingkungan”.

Dari sini terlihat pentingnya perubahan paradigma dan perilaku untuk selalu mengambil setiap kesempatan dalam mencari informasi, belajar dan melakukan tindakan demi melindungi dan mengelola lingkungan hidup. Dengan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Pola hidup masyarakat modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti membuahkan perbaikan ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebut saja, meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies dan keanekaragaman hayati. Di samping itu adalah ketimpangan rata-rata pendapatan penduduk negara kaya dengan negara miskin.

Konsep ekonomi hijau diharapkan menjadi jalan keluar. Menjadi jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam. Tentunya konsep ekonomi hijau baru akan membuahkan hasil jika kita mau mengubah perilaku.




SUMBER : http://alamendah.wordpress.com/2012/06/03/mengenal-pengertian-ekonomi-hijau-green-economy/

PENGERTIAN IFRS (INTERNATIONAL FINANCIAL ACCOUNTING STANDARD)


IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).

Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)

Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi :

1.         Definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan.
Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya.
2.      Pengukuran dan penilaian.
Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca).

3.      Pengakuan
Merupakan kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan.
4.      Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan


Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Berdasar IFRS

·      Elemen Laporan Keuangan
1.         Neraca
2.         Laporan Laba Komperhensif
3.         Laporan Perubahan Ekuitas
4.         Laporan Arus Kas
5.         Catatan Atas Laporan Keuangan
6.         Laporan Posisi Keuangan pada Perioda Komparatif

·      Pemakai Laporan Keuangan.



Pemakai
Kepentingan
Internal (Manajemen)
Melihat besar kecilnya laba dan mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan. Dan Informasi dalam laporan keuangan dapat digunakan untuk menentukan plan dan strategi perusahaan.
Eksternal (Investor)
Menilai prospek tidaknya perusahaan tersebut (Mengukur resiko-resiko investasinya)
Pemberi Pinjaman (Biasanya Bank)
Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melunasi pinjamannya.
Pemerintah dan Badan Regulator Lain
Untuk menganalisa CAR perusahaan, sebagai pertimbangan kebijakan pajak, menghitung statistic pendapatan nasional.
Supplier
Untuk menentukan kebijakan kredit terhadap perusahaan.
Pelanggan
Mengetahui kelangsungan hidup perusahaan.
Karyawan
Mengetahui kelangsungan hidup perusahaan serta mengetahui perusahaan untuk memberikan balas jasa.
Masayarakat (termasuk akademisi)
Sebagai bahan pembelajaran dan ilmu pengetahuan. Selain itu dapat menjadi bahan dalam membuat tugas akhir, artikel, makalah, dan presentasi-presentasi.



·      Basis Pengukuran
1.    Biaya Perolehan
2.      Biaya Kini
3.      Nilai Realisasi dan Penyelesaian
4.      Nilai Sekarang.

Struktur IFRS

International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009).

Perkembangan IFRS di Indonesia

International Financial Reporting Standards (IFRS) menjadi trend topic yang hangat bagi akuntan dan top manajemen pada perusahaan-perusahaan yang sudah terjun di Bursa Efek global dan juga para akademisi serta para Auditor yang akan melakukan pemeriksaan pada perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS tersebut. Maka pada tanggal 17-22 Januari 2011 telah diadakan Pelatihan Internasional “TOT” untuk IFRS dan Penyusunan Kamus Akuntansi Indonesia yang diselenggarakan oleh Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Pada pelatihan tersebut ada banyak hal menarik yang disampaikan oleh para pembicara dari anggota DSAK IAI dan akademisi UGM yaitu Dr. Setiyono, Kantor Akuntan Publik PWC Djohan Pinnarwan, SE., BAP, dari Akademisi UGM yaitu Prof. Dr. Slamet Sugiri, MBA dan Prof. Dr. Suwardjono, M Sc. Pada Pelatihan tersebut secara umum peserta yang berpartisipasi sebagian besar adalah para akademisi dan staf akuntansi dan Auditor.
Sebelum membahas lebih detail tentang perkembangan di Indonesia, tentu kita akan bertanya kenapa di Indonesia harus melakukan konvergensi IFRS? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu tidak lepas dengan kepentingan global yaitu agar dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia disamping itu Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum, Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November 2008 secara prinsip-prinsip G20 yang dicanangkan sebagai berikut:
1.       Strengthening Transparency and Accountability
2.       Enhancing Sound Regulation
3.       Promoting integrity in Financial Markets
4.       Reinforcing International Cooperation
5.       Reforming International Financial Institutions
1. Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah  membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).  Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB.
Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan. Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia.  Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri.
Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru.  Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.
PSAK disahkan 23 Desember 2009:
1.       PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2.       PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3.       PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan KeuanganTersendiri
4.       PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5.       PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6.       PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7.       PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
8.       PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9.       PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10.   10.PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
1.       ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2.       ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
3.       ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4.       ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5.       ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer
PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1.       PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan,  PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa  Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2.       PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
3.       PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
4.       PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5.       PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
PSAK  yang disahkan 19 Februari 2010:
1.       PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2.       PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3.       PSAK 23 (2010): Pendapatan
4.       PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5.       PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
6.       ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Exposure Draft  Public Hearing 27 April 2010
1.       ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2.       ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3.       ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4.       ED ISAK 15:  Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
5.       ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6.       ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan  Penurunan Nilai
Exposure Draft  PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1.       ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2.       ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3.       ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4.       ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham
Exposure Draft  PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
1.       ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
2.       ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3.       ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi 4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
4.       ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya
Kendala dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS
1.       Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya
2.       IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
3.       Kendala bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.
4.       Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak metode akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.
5.       Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.
6.       Support pemerintah terhadap issue konvergensi.
Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah:
a.              Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
b.             Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c.              Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modalsecara global.
d.             Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e.             Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management
1.       Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities) dibatasi cenderung dilarang.
2.       Reklasifikasi dari dan ke FVTPL, DILARANG
3.       Reklasifikasi dari L&R ke AFS, DILARANG
4.       Tidak ada lagi extraordinary items