Sebenarnya agak sedikit malam untuk membicarakan sepak bola di Indonesia. Tapi kalau aku cuma mengendapkan opini ini di dalam pikiran takut menjadi sampah yang bertebaran di stadion GBK pasca pertandingan final Indonesia vs Malaysia di Final AFF dan SEA GAMES 2011. Mungkin dua kompetisi itulah yang digadang-gadang menjadi sebuah momen kebangkitan sepak bola Indonesia. Media dari penjuru dunia dan negeri terpusat menjadi satu memerhatikan pageran ini, mulai dari Infotaiment sampai program talkshow ala Tukul-pun mendatangkan pemain Timnas.
Harapan akan mempunyai Timnas yang mempunyai mental juara hadir ketika terjadi reformasi di tubuh PSSI, meski sempat mengejutkan dengan keputusan ‘prematur’ pemecatan Alferd Riedl, aku dan mungkin jutaan publik banyak berharap akan kinerja kepengurusan PSSI yang baru. Tapi kenyataannya seiring berjalannya waktu, perubahan yang ditunggu belum jua datang. Dimulai dari kisah memalukan Timnas Nasional Senior yang tidak bisa berbuat banyak di ajang Pra Piala Dunia 2014. Meski sempat sedikit dihibur dengan gemerlap penampilan Timnas U-23, tapi sekarang kita dihadapka pada kenyataan yang ambigu dan tidak jelas seperti apa masa depan persepakbolaan negeri persada ini. Mungkin lagu grup band Armada yang berjudul “Mau dibawa kemana” sangat cocok untuk menggambarkan persepakbolaan kita sekarang ini.
Keambiguan ini hadir ketika ada dua liga yang berbeda di dalam sebuah Negara. Di negera-negara dengan reputasi sepakbola yang tidak perlu diragukan lagi seperti Brazil, Italia, Jerman, Spanyol, Belanda, Argentina, Inggris dan sebagainya tidak ada kompetisi “double” dalam sebuah Negara, yang ada hanyalah kompetisi kelas dua yang itu sifatkan Cup (Piala) bukan League (Liga). Apa gunanya ada dua kompetisi? Apakah akan lebih baik dengan adanya 2 kompetisi? di Negara mana yang ada dua kompetisi Liga dalam satu Negara?, terus kalau tidak ada di Negara yang reputasinya diakui, lantas kita meniru siapa? Siapa yang yang salah? siapa yang benar? ISL kah? atau IPL?
Persaingan antara ISL dan IPL melahirkan beberapa keputusan yang sangat merugikan Timnas, seperti peraturan pemain ISL yang haram hukumnya membela Timnas. Padahal faktanya pemain timnas lebih banyak berada di ISL, terus apa jadinya nanti jika pemain timnas diisi oleh pemain yang baru belajar sepak bola? apakah kita mau kekalahan memalukan selalu lekat sempurna di tubuh Timnas? Entahlah!
Tidak hanya timnas yang dirugikan, beberapa klub juga dirugikan karena tidak bisa ikut berpartisipasi di Ajang AFC Champions League, kalau sudah begini bukan saja klub yang dirugikan tapi secara tidak langsung Negara juga rugi karena harus mengubur peluangnya mengenalkan sepak bola Indonesia di tanah Asia.
Kondisi diperparah dengan mundurnya Pelatih yang membawa perubahan di tubuh U-23, pelatih yang sudah menanam benih yang sangat baik untuk diambil buahnya di masa depan. Mungkin pelatih RD sudah ‘muak’ dengan semua apa yang terjadi, sudah tidak tahan dengan kondisi carut-marut persebakbolaan di Indonesia. Dua pelatih yang sangat kita kagumi sudah meninggalkan kita, Alferd Riedl yang memberikan ‘rasa’ baru di dalam tubuh Timnas Senior harus di depak dengan alasan yang tidak jelas bahkan terbilang amatir, sedangkan RD sang pelatih bertangan dingin harus menepi dari carut-marut persepakbolaan yang ada.
Siapapun engkau yang punya kekuasaan di dunia Sepak Bola Indonesia, hentikan perseteruan ini! Kita harus membuat jauh ke Laut Jawa rasa egois kita masing-masing! Lupakan persaingan di Kongres PSSI yang harus diulang dua kali. Hentikan Ekploitasi pemain-pemain handal harapan bangsa di masa depan. Kita harus bersatu untuk menjadi satu kembali dengan audensi yang demokratis sehingga saling menguntungkan satu sama lain. Kita harus perbaiki sepak bola Indonesia SEKARANG
http://wahyualam.com/mau-dibawa-kemana-sepakbola-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar